Merindukan Mu'tashim Billah Abad Ini

Sistem sekuler kapitalisme saat ini, tidak bisa diharapkan mampu melindungi perempuan, kaum ibu dan anak-anak. Justru, sistem inilah yang memproduksi berbagai kejahatan dan kerusakan dengan ibu dan anak sebagai korban. Maka, tidak ada alasan untuk terus mempertahankan eksistensi sekulerisme dengan paham demokrasi dan liberalismenya.

Air Mata Ibu Demi Perisai Hakiki


Ya Allah, kami berjanji kepadamu, bahwa kami akan menjadi penjaga Islam yang terpercaya, kami akan bersungguh-sungguh dan berjuang sekuat tenaga, untuk menegakkan Khilafah rasyidah, yang sesuai manhaj kenabian. Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!”

Gema takbir menggetarkan jiwa. Merinding. Menyeruakkan keharuan. Lelehan air mata para muslimah pun tak tertahankan. Membuncahkan kerinduan yang mendalam atas kehadiran Khilafah. Kerinduan kaum muslimah yang teraniaya oleh sistem sekuler kapitalis. Muslimah yang terlantar tanpa perisai sebagai tameng penjaga kehormatan mereka.

Demikianlah puncak Kongres Ibu Nusantara (KIN) ke 3, menutup agenda akbar Muslimah Hizbut Tahrir (MHTI) tahun ini. Gedung Balai Sudirman, Jakarta, Sabtu (26/12/2015), menjadi saksi sejarah atas tekad 3.000 muslimah untuk mendukung tegaknya Khilafah. Di antaranya hadir tokoh PP Aisiyah Noorni Akma dan tokoh Alisha Khadijah ICMI, Nani Zakariya.

Menumbuhkan Sikap Pemberani


Pekan lalu berita tak sedap lagi-lagi mencuat. Bocah 6 tahun berinisial IA datang sendiri ke Polsek Semampir untuk malaporkan penganiayaan dirinya. Pelakunya tak lain ayah kandung dan ibu tirinya. Penyebabnya, IA tak kunjung pulang saat bertandang ke rumah ibu kandungnya. Akhirnya dijemput ayah dan disiksa (radarsurbaya, 12/12/15).

Hebatnya, bocah warga Wonokusumo VI Surabaya itu tak menangis saat menceritakan kronologinya. Tindakan IA pun sontak banjir pujian dan dukungan. Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA) Arist Merdeka Sirait mengapresiasi keberanian IA.

Kejadian ini menambah fakta, betapa rusaknya mental manusia saat ini. Apalagi keluarga broken home. Anak yang lemah, lagi-lagi menjadi korban. Di sisi lain, menjadi inspirasi, bagaimana mengajarkan keberanian pada diri anak-anak. Berani menghadapi orang lain. Berani membela haknya. Berani menegakkan kebenaran. 

Merindukan Perisai bagi Ibu dan Anak


Desember tahun 2015 ini adalah peringatan Hari Ibu ke 87. Kali ini mengusung tema "Kesetaraan Perempuan dan Laki-laki dalam Mewujudkan Lingkungan yang Kondusif untuk Perlindungan Perempuan dan Anak".
Ya, saat ini keselamatan ibu dan anak tidak terjamin. Ada ancaman besar yang mengintai. Paling mengerikan adalah ancaman kekerasan seksual. Saat ini angka pemerkosaan ibu dan anak sangat tinggi. Komnas Perempuan mencatat, dalam kurun 1998–2010, kasus kekerasan mencapai 400.939. Seperempatnya atau 93.960 kasus merupakan kekerasan seksual. Artinya, setiap hari rata-rata ada 20 (19,80) perempuan diperkosa (kompasiana.com)
Sedangkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut, jumlah kekerasan seksual anak pada 2010 sebanyak 171 kasus, 2011 meningkat drastis jadi 2.178 kasus, 2012 ada 3.512 kasus, 2013 sebesar 4.311 kasus, dan 2014 sebanyak 5.066 kasus. Tahun ini, hingga Agustus 2015, terdapat 6.006 kasus. Melihat data miris ini, apa solusi negara?

Agar Remaja Islam Kafah



Saat ini gagasan sekulerisme dan liberalisme berikut cabang-cabangnya semakin merajalela. Mulai ide dasar tentang hak asasi manusia, Islam moderat, hingga isu LGBT. Anak-anak usia tanggung, remaja menuju dewasa biasanya mudah terbawa opini umum di masyarakat. Bahkan yang sudah mahasiswapun, bisa terpengaruh.

Orangtua perlu memantau perkembangan anak-anak remajanya dari ajaran-ajaran sekuler yang menyesatkan tersebut. Terlebih jika anak sudah mulai tinggal terpisah dari orangtua. Kos atau boarding di luar kota, tak bisa tiap hari interaksi dengan orangtua. Penting untuk memastikan anak-anak tetap on the track dalam Islam. Tetap Islam kafah. Misalnya dengan memperhatikan hal-hal berikut:

Awas! LGBT Masuk Kampus



Sejak pernikahan sejenis disahkan di Amerika Serikat Juni lalu, para lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) di Indonesia seolah mendapat lampu hijau untuk eksis. Pelaku maupun penyerunya beramai-ramai unjuk gigi. Tak lagi malu-malu, bahkan sangat vulgar.
Tak hanya di klub malam, diskotek atau lokasi tersembunyi, kini LGBT sudah menerobos dunia kampus. Tak tanggung-tanggung, kampus bonafit seperti Universitas Indonesia (UI) pun telah dirasuki makhluk bernama LGBT.