Sistem
sekuler kapitalisme saat ini, tidak bisa diharapkan mampu melindungi
perempuan, kaum ibu dan anak-anak. Justru, sistem inilah yang
memproduksi berbagai kejahatan dan kerusakan dengan ibu dan anak
sebagai korban. Maka, tidak ada alasan untuk terus mempertahankan
eksistensi sekulerisme dengan paham demokrasi dan liberalismenya.
Satu-satunya
sistem yang memberikan harapan akan perlindungan bagi ibu dan
anak-anak adalah sistem Islam. Selama 13 abad lamanya, sistem dalam
naungan Khilafah Islam ini pernah berjaya. Di sana perempuan dan
anak-anak terlindungi.
Sejarah
penerapan Islam tidak mengenal kabar buruk tentang pemerkosaan,
pelecehan seksual, penjualan perempuan, seks bebas, perselingkuhan,
hamil di luar nikah, aborsi, kekerasan terhadap anak, pencabulan,
homoseksual dan lainnya. Sementara hari ini, seluruh kekejian itu
nyata di depan mata.
Hanya
di masa Khalifah Al-Mu'tashim Billah, terdengar kasus pelecehan hijab
yang dialami oleh seorang budak muslimah. Lalu begitu sigapnya
Khalifah hingga menurunkan puluhan ribu bala tentaranya untuk
membela.
Padahal
tingkat pelecehannya tergolong “sepele”, dimana seorang Yahudi
mengikatkan ujung jilbab muslimah itu hingga saat ia berjalan,
auratnya tersingkap. Sementara detik ini, aurat muslimah diumbar pun
tidak ada yang peduli. Bahkan kehormatan dan harga diri perempuan
dijual pun negara tidak ambil pusing.
Sungguh,
kaum ibu dan anak-anak merindukan Mu’tashim Billah abad ini.
Khalifah yang mampu memberikan perlindungan hakiki. Negara Khilafah
yang benar-benar berlaku sebagai perisai. Tameng bagi umat.
Melindungi seluruh warganya. Perisai itu berarti berada di garda
terdepan, menjadi pembela umat di belakangnya. Terlebih perempuan dan
anak-anak yang rentan menjadi korban.
Lantas,
bagaimana mekanisme Khilafah dalam memberikan perlindungan hakiki
bagi ibu dan generasi? Ustazah Dedeh Wahidah dalam Kongres Ibu
Nusantara 3 di Balai Sudirman, Jakarta, Sabtu (26/12/15) menyebutkan,
ada empat komponen yang harus ditegakkan.
Pertama,
aturan tentang interaksi laki-laki dan perempuan (nizam ijtima'i).
Termasuk interaksi di dalam rumah. Seperti adanya izin memasuki
rumah, izin masuk kamar bagi anak-anak, memisahkan tempat tidur anak
laki-laki dan perempuan, dll.
Hal
ini penting, agar ruang privat tidak begitu saja dijamah orang-orang
asing. Mencegah terjadinya kejahatan di dalam rumah. Juga, melindungi
anak-anak dari melihat hal-hal yang tidak pantas. Melindungi mereka
dari pengaruh buruk pornografi dan pornoaksi. Terhadap pelanggaran
kehormatan, Islam menegakkan sanksi berat. Khususnya bagi pelaku
zina, pemerkosa dan homoseksual. Hal ini mencegah merebaknya
kejahatan seksual.
Kedua,
menegakkan sistem pendidikan Islam. Termasuk memberikan bekal tentang
fikih tentang tanggungjawab terhadap perempuan dan anak-anak. Ibu
paham bagaimana tanggungjawab terhadap anaknya, cara mendidik anak,
memberi asupan gizi yang halal, dll. Dengan begitu tidak ada cerita
anak terlantar.
Ketiga,
penerapan sistem ekonomi Islam. Negara Khilafah akan memanfaatkan
segala sumberdaya alam untuk kesejahteraan rakyatnya. Selanjutnya,
membuka lapangan kerja sehingga para suami bisa menjamin nafkah istri
dan anak-anaknya. Dengan demikian tidak ada perempuan yang
dieksploitasi dengan alasan ekonomi.
Keempat,
Khilafah menjamin media bebas dari konten kekerasan, pornografi,
pendangkalan aqidah dan konten yang merusak lainnya. Khilafah akan
mengerahkan segenap daya dan dana untuk mewujudkan media yang sehat,
mendidik dan mencerdaskan. Dengan begitu, ibu dan anak-anak
terselamatkan dari paparan pengaruh buruk media massa.(kholda)
* Rubrik Keluarga Media Umat Edisi 165
No comments:
Post a Comment