Oleh Kholda Naajiyah
Istilah
single parent sebelumnya kita kenal di kalangan tertentu saja. Namun,
hal itu kini banyak disandang oleh para pengemban dakwah. Ya,
kenyataan hidup memang tak seindah impian. Tak jarang keluarga
pengemban dakwah harus menghadapi kenyataan pahit berupa kehilangan
pasangan hidup untuk selamanya. Terpaksa menjadi ibu tunggal atau
ayah tunggal yang harus merawat anak-anak.
Bagaimana
halnya dengan faktor perceraian? Rupanya, hal inipun melanda keluarga
pengemban dakwah. Ada pasangan-pasangan yang bercerai disebabkan
banyak hal. Yah, tak dipungkiri, pengemban dakwah juga manusia. Ada
sisi-sisi khilaf yang menyebabkan ikatan rumah tangga akhirnya bubar.
Kenyataan pahit ini tentu tak diharapkan. Apalagi bagi keluarga
ideologis, inginnya membangun keluarga yang utuh dan lengkap, sekali
seumur hidup. Namun, jika kenyataan itu menghampiri, tak perlu terus
menerus larut dalam kesedihan. Berikut beberapa tips yang diharapkan
bisa meringankan beban sebagai orangtua tunggal.
Kembali
Mandiri
Cobalah
kembali mengenali diri, apakah kita selama ini sangat tergantung pada
pasangan? Jika iya, saatnya mengembalikan kemandirian diri. Terimalah
kenyataan, kini Anda harus melakukan banyak hal sendiri. Bersabarlah.
Bukankah sebelum menikahpun kita dulu melakukannya sendiri? Memang,
dulu belum ada anak-anak, sehingga ringan. Tapi yakinlah, Allah SWT
tidak akan menguji di luar kemampuan kita. Pasti ada jalan. Jika toh butuh bantuan, jangan segan-segan meminta pada keluarga, teman
atau tetangga. Lalu, sempatkan waktu untuk memanjakan diri,
menghimpun kembali semangat dan energi. Bukan untuk merenungi nasib,
tapi menjalani kesenangan, hobi atau perawatan diri. Misalnya lakukan
saat anak-anak tertidur sehingga kita bisa rileks.
Masalah Keuangan
Bagi ayah tunggal,
tidak masalah karena memang sedari awal ia bekerja. Bagi ibu tunggal,
ini problem. Jika mantan suami –karena cerai-- berlepas diri dari
menafkahi anak-anaknya, atau karena suami meninggal, berarti ibu
harus mencari cara mendapatkan sumber nafkah. Tentunya jika memang
harus bekerja, pilihlah yang tetap kondusif dengan tugas mengurus
rumah dan anak-anak. Pilihan tepat adalah berbisnis atau berkarya
dari rumah. Tak perlu gengsi berjualan misalnya, toh saat ini banyak
uslubnya. Kalau malu door to door ala sales, bisa jualan
online. Tak punya modal, bisa menjualkan produk orang lain. Atau,
manfaatkan potensi dan kemampuan terpendam kita. Seperti memanfaatkan
modal kemampuan Bahasa Arab atau Bahasa Inggris untuk menjadi
pengajar atau penerjemah. Sementara itu, jangan gengsi menerima
bantuan keluarga besar, baik orangtua, kerabat atau pihak mertua.
Memang sudah selazimnyalah demikian.
Fokus pada Anak-anak
Jadilah teladan
ketegaran di mata anak-anak. Tunjukkan bahwa Anda kuat dan mampu
melewati masa sulit ini. Fokus pada masa depan anak-anak akan membuat
Anda bangkit. Bila anak-anak melihat orangtuanya kuat, penuh semangat
dan bahagia, mereka pun akan tumbuh menjadi anak-anak yang ceria.
Jangan sungkan menunjukkan rasa sayang dan perhatian pada anak-anak.
Mereka perlu tahu bahwa mereka penting bagi kita dan kita membutuhkan
mereka sama seperti mereka membutuhkan kita. Besarkan hati anak-anak
bahwa tanpa pasangan Anda, mereka tetap bisa mengejar impiannya.
Mereka harus tahu bahwa kita selalu ada untuk mereka. Teruslah
mendampingi anak-anak sehingga mereka merasa nyaman dan percaya diri.
Figur Pengganti
Sementara
Ingan, Anda tak bisa
selamanya menjalani fungsi sebagai ayah dan ibu bagi anak-anak. Nah,
sesekali biarkan anak-anak melepaskan kerinduannya pada figur
orangtuanya yang telah hilang. Bukan berarti harus segera mencari
pasangan hidup baru untuk melengkapi keluarga, tapi kita bisa
mendapatkan figur yang hilang tersebut dari anggota keluarga lain.
Misal, jika anak-anak kehilangan figur ayahnya, kita bisa meminta
ayah, kakak, adik atau paman kita untuk sesekali menemani anak-anak
melakukan kegiatan yang biasanya dilakukan bersama ayahnya.
Manajemen Waktu
Atur waktu dalam
aktivitas dengan lebih ketat dan disiplin. Jika perlu, buat jadwal
untuk diri sendiri dan untuk anak-anak. Waktu untuk bekerja, mengurus
rumah, mengurus anak-anak, berbelanja, membayar tagihan, mengikuti
kajian, dakwah dan sejenisnya. Usahakan menjalaninya dengan seefisien
mungkin, sehingga kewajiban bisa dituntaskan, yang sunah bisa dikejar
dan yang mubah atau yang makhruh tidak menjadi godaan penghalang.
Soal Batin
Adalah manusiawi jika
hidup sendiri setelah perpisahan dengan pasangan akan dilanda
kesepian. Namun, hal itu mudah untuk dialihkan. Toh dengan kesibukan
mengurus rumah, mendidik anak, kegiatan kajian dan dakwah, akan
membuat lupa untuk fokus pada masalah tersebut. Berpuasa sunah juga
bisa menjadi pengendali, sebagaimana dianjurkan Nabi. Hanya saja jika
memang sudah memiliki kemantapan hati untuk memutuskan mencari
pasangan, ini juga lebih baik. Bukan sekadar mengusir sepi, niatnya
memang benar-benar untuk kembali membangun keluarga baru yang
sakinah, mawadah dan rahmah.(*)