Jam Malam untuk Remaja


Oleh Sabrina NA


Kota Bogor mencekam karena menjelang malam pada Selasa (24/9) lalu, malah pecah tawuran pelajar. Ini bukan sekali, sudah berulang kali. Seolah tawuran sudah menjadi hobi. Buktinya, tak hanya di siang hari, bahkan malam pun jadi. Bisakah diantisipasi?

Kegiatan Negatif
Agaknya, gagasan pemberlakuan jam malam untuk remaja, khususnya berstatus pelajar layak dilirik. Seperti diberitakan, gara-gara tragedi Dul (13) yang kelayapan dini hari hingga menghilangkan nyawa orang lain, Pemprov DKI Jakarta mulai Oktober akan menerapkan jam wajib belajar di malam hari bagi para pelajar.

Mungkin gagasan itu bisa dicoba diterapkan di Kota Bogor. Pasalnya, saat ini anak-anak semakin banyak yang berani pulang malam, bahkan hingga larut atau dini hari. Padahal, apa saja aktivitas remaja di malam hari itu? Hanya melakukan kegiatan yang tidak bernilai, bahkan cenderung (mendekati) maksiat.

Coba aparat berpatroli di malam hari untuk merazia para ABG, paling-paling tempat yang banyak dituju adalah: Pertama, warnet. Tidak masalah kalau ke warnet untuk tujuan positif, seperti mencari informasi demi mengerjakan tugas sekolah. Masalahnya, banyak ABG ke warnet hanya sekadar main game atau bahkan buka situs porno.

Kedua, trek-trekan memakai sepeda motor di jalan raya. Terutama remaja cowok, dan kadang cewek sebagai pendampingnya. Jalan-jalan tertentu di Bogor yang padat dan macet di siang hari, cukup lengang di malam hari. Hal itu dimanfaatkan para bikers penggemar ngebut gaya bebas untuk uji nyali. Contohnya di kawasan Yasmin, Pandu Raya Bantarjati, dll.

Ketiga, nonton bioskop. Pastinya film yang mengumbar adegan syahwat yang ditonton midnight. Apa dampaknya untuk remaja? Hanya membangkitkan libido. Pantas jika pemerkosa di kalangan remaja makin menggurita.

Keempat, dugem atau karaokean. Tak sedikit kafe atau tempat dugem sengaja membiarkan remaja-remaja tanggung menjadi pengunjung tetapnya. Yang penting mendatangkan uang, bukan? Perkara moral, bukan urusan.

Kelima, pacaran dan mojok di tempat sepi. Ironisnya, orangtua kerap merasa tenang mengizinkan anak gadisnya keluar malam dengan sang pacar. Padahal justru belakangan ini, pacar itulah yang jahat. Tega merenggut kegadisan hingga membunuhnya. Kerap kejadian pemerkosaan oleh pacar terjadi karena malam minggu telanjur ditahbiskan malam panjang. Remaja merasa wajib berpacaran, bahkan tak sedikit yang berzina. Naúzubillahiminzalik.

Jelaslah, aktivitas ABG di malam hari sangat rawat ke arah maksiat. Padahal, semestinya remaja lebih banyak menghabiskan waktu di rumah untuk belajar. Waktu untuk berinteraksi dengan lingkungan atau bersosialisasi bisa dilakukan di siang hingga sore hari. Kalaupun sampai malam, tidaklah harus larut, apalagi dini hari.

Ini juga introspeksi bagi para orangtua. Ke mana saja ayah-ibunya, sehingga banyak ABG berkeliaran hingga larut malam. Mengapa tidak resah anaknya tidak di rumah dan pulang terlambat? Atau jangan-jangan memang orang tua zaman sekarang sedemikian permisifnya, sehingga membiarkan anak-anaknya bebas beraktivitas di malam hari tanpa pendampingan?
Maklum, orangtua zaman sekarang sangat sibuk. Ayah dan atau ibu mereka, toh juga pulang larut, sehingga anak-anakpun meniru. Lalu efektifkah jika menerapkan jam wajib belajar untuk remaja?

UPAYA PREVENTIF
Sebagai muslim, wajib hukumnya ber-amar maŕuf nahi munkar atau menyeru kebaikan dan mencegah kemaksiatan. Pemberlakuan jam malam bagi remaja, setidaknya bisa menjadi upaya preventif itu. Ya, mencegah remaja melakukan aktivitas-aktivitas negatif. Mencegah anak-anak agar tidak bermaksiat.

Jadi, berkaca pada kondisi pergaulan saat ini, khususnya di kota-kota besar, pemberlakuan jam malam yang membatasi aktivitas anak-anak bagus saja diterapkan. Misalnya dengan membatasi jam aktivitas malam pelajar hingga pukul 21:00 atau 22:00 misalnya, sesuai kesepakatan stake holders. Untuk menegakkan aturan tersebut, tentu harus ada patroli dan razia bagi AGB yang masih berkeliaran di atas jam 10 malam. Seperti di warnet, bioskop, klub malam, kafe-kafe dan bahkan di jalan atau taman umum.

Hanya, cara seperti ini akan sangat melelahkan jika tidak didukung oleh sistem. Maksudnya, percuma razia tiap malam jika tempat-tempat maksiat itu sendiri tetap dibolehkan buka hingga larut malam dan dini hari. Artinya, orangtua, termasuk pengusaha hiburan, juga harus mengalah dan memberi contoh yang baik bagi anak.

Tempat-tempat hiburan yang notabene hanya menjadi tempat maksiat itu harusnya ditutup selamanya, supaya ABG dan orangtua tidak memiliki peluang untuk keluar malam dengan tujuan hanya bersenang-senang mencari hiburan. Nah, kalau semua sudah ditutup, masih saja ada yang keluar malam untuk maksiat, barulah ditegakkan sanksi tegas.

Jika ABG itu belum baligh, orangtuanya harus dipanggil dan dimintai pertanggungjawaban, mengapa membiarkan anaknya keluyuran di tempat maksiat. Kalau hal ini tidak dilakukan, pastinya pemberlakuan jam malam tidak akan efektif.

PANDANGAN ISLAM
Sejatinya dalam Islam tidak ada batasan waktu untuk melakukan aktivitas, yang penting syarí, bukan maksiat. Mau laki-laki atau perempuan, dewasa atau anak-anak, boleh-boleh saja keluar malam asal ada keperluan syarí.

Misalnya dalam rangka menuntut ilmu, muamalah, bekerja atau silaturahim. Itupun dengan ketentuan dan syarat syara, seperti tidak boleh membahayakan diri, tidak bepergian ke tempat subhat, menutup aurat, dll.

Tapi, aktivitas di malam hari dengan suasana nyaman dan aman, hanya akan tercipta jika lingkungan, masyarakat dan negara secara keseluruhan menjadikan Islam sebagai pondasi dalam kehidupan. Misalnya dengan menciptakan interaksi sosial, hubungan laki-laki-perempuan secara terpisah dan tidak membiarkan campur-baur. Negara melarang tempat hiburan malam, memberantas lokasi nongkrong atau prostitusi. Negara menghukum berat pelaku kriminal, termasuk pelaku kriminal di malam hari.

Kita bisa bercermin dari negara-negara di Timur Tengah yang sebagian besar masih ketat memberlakukan aturan Islam, di sana keluar malam juga relatif aman. Misalnya di Iran. Dan jangan lupa, sejatinya peran orangtua sangat sentral. Pengawasan orangtua terhadap anak dapat menjadi salah satu solusi pencegahan anak agar tidak bertindak yang melanggar peraturan atau hukum, tidak peduli siang atau malam.

Jadi, persoalan sebenarnya bukan jam berapa mereka beraktivitas, tapi apa aktivitasnya. Sekali lagi, yang harus dilakukan adalah bagaimana orangtua dan anak sama-sama memiliki pemahaman Islam tentang aktivitas yang benar dan tidak melanggar syariat.

*) Penggiat Aliansi Penulis Pro Syariah (AlPen ProSa)

Center Point Singapore yang tak pernah sepi. Foto by Asri Supatmiati

Kebohongan Jihad Seks



Oleh SHABRINA NA

Belum lama ini sempat beredar berita mengenai sejumlah wanita Tunisia yang melakukan "jihad seks". Menurut Menteri Dalam Negeri Lotfi Ben Jeddou, para wanita ini pergi ke Suriah untuk menghibur pejuang oposisi yang tengah bertempur menggempur rezim Bashar Al-Assad.
Di sana, mereka mengobarkan "jihad seksual" dengan melakukan hubungan badan dengan 20, 30, atau 100 laki-laki. "Setelah itu, mereka kembali ke Tunisia dalam keadaan hamil," katanya.
Ben Jeddou membeberkan fakta ini di Majelis Konstituante Nasional pada hari Kamis. Namun, ia tidak merinci jumlah wanita yang kembali dalam kondisi ini. "Yang jelas mereka menyatakan langkah mereka sebagai jihad al- nikah dan pulang dengan berbadan dua," katanya.(tempo.co, 21/9/13).
Masih dari sumber yang sama, Ben Jeddou juga mengatakan bahwa sejak ia memangku jabatan pada bulan Maret, dia telah berhasil mencegah enam ribu dari mereka untuk pergi ke Suriah. Yang terakhir, sekelompok gadis Tunisia dicegah saat hendak melakukan perjalanan ke daerah yang dikuasai pemberontak di Suriah Utara untuk menawarkan diri "menghibur" pejuang oposisi.

FITNAH KEJI
Pertama membaca berita tersebut, penulis kaget sekaligus ragu. Kaget, karena istilah ¨jihad seks¨ baru pertama kali mencuat di jagad ini. Ragu, karena tidak percaya berita itu benar. Setelah browsing ke situs-situs berita dan mencari informasi lebih dalam. Tampaklah bahwa berita tersebut hanyalah fitnah.
Kebohongan itu tampak dari sumber berita itu sendiri, yang hanya mengutip pernyataan Menteri Dalam Negeri Tunisa Lotfi Bin Jeddo berulang-ulang. Hampir di semua media yang mengangkat isu ¨jihad seks¨, sumber beritanya hanya itu.
Tidak ada wawancara dengan wanita Tunisia yang dimaksud, atau sekadar konfirmasi dengan pejuang Syuriah itu sendiri. Tidak ada investigasi mendalam dalam kasus pemberitaan ini sebagaimana layaknya ditulis wartawan profesional jika memang ini fakta, melainkan hanya mengutip pernyataan sang Menteri.
Kebohongan kedua, terkonfirmasi oleh sumber di Al-Jazeera. Pada berita itu diperlihatkan seorang laki-laki dan wanita bercanda dengan anak kecil, lalu diceritakan mereka adalah perempuan Tunisia dan pejuang Syuriah yang melakukan jihad seks dan hamil.
Dikutip dari Al Jazeera, warga Tunisia bernama Abeer Musalam mengatakan, “Kebohongan paling bodoh yang pernah dinyatakan.” Menurutnya, laki-laki itu adalah Abu Jaafar dan perempuan itu istrinya Ummu Jaafar. Anak kecil itu tentu saja anak mereka. Keluarga ini adalah pejuang mujahidin di syuriah (www.dakwahmedia.com)
Kebohongan selanjutnya yang tampak nyata adalah ketika dikatakan wanita Tunisa itu bisa berhubungan seks dengan 20, 30 hingga 100 mujahidin. Mustahil dalam jangka waktu singkat hal itu bisa dilakukan.
Siapapun yang berpikir harusnya tidak menelan mentah-mentah berita itu. Bahkan publik Tunisia sendiri tidak percaya dan mengganggap ini berita paling bodoh. Pejabat Tentara Pembebasan Syuriah sendiri membantah keras tuduhan jihad seks ini sebagai permainan media. Tujuannya untuk merusak reputasi pejuang Syuriah yang dikenal baik. Ini tampak jelas dengan pemakaian istilah jihad, bukan menjual diri, prostitusi atau lainnya. Jelas ini untuk memojokkan para pejuang Syuriah.

MAKNA JIHAD
Pembuatan frasa jihad seks itu benar-benar permainan musuh-musuh Islam, khususnya media yang ingin menggambarkan betapa buruknya Islam. Jihad sendiri di dalam Islam artinya adalah peperangan untuk menyingkirkan segala sesuatu yang merintangi tegaknya syariah Allah SWT. Jadi, jihad ya bermakna perang. Itu makna syari.
Tidak ada ¨jihad seks¨, ¨jihad ekonomi¨, ¨jihad pendidikan¨, dll. Nah, jihad itu sendiri ada dua jenis, jihad defensif dan ofensif. Jihad defensif atau mempertahankan diri, wajib dilakukan muslim ketika ia dalam kondisi dizalimi dan diperangi.
Seperti yang terjadi di Syuriah, saudara-saudara muslim di sana berjihad dengan mengangkat senjata. Bukan dengan yang lain. Sedangkan jihad ofensif, yakni dalam rangka menyebarluaskan Islam. Selain itu, jihad menjadi kewajiban negara Islam untuk menyebarluaskan ajaran Islam. Penggunaan istilah jihad seks ini sungguh keji karena membuat citra buruk Islam di mata dunia. Dan memang seperti itulah yang dikehendaki musuh-musuh Islam.

PERAN MUSLIMAH DI MEDAN JIHAD
Sejatinya kita bisa belajar dari keberanian Ummu Jaafar tadi ya, wanita masa kini yang memilih menjadi pejuang Syuriah dan benar-benar mendampingi suami di medan perang. Jadi dalam Islam tidak dilarang muslimah mengangkat senjata, itu sungguh amalan yang tinggi pahalanya. Bahkan akan berbuah surga jika syahidah. Tentu, setiap muslimah ingin mati syahid seperti Ummu Jaafar.

Selain itu, muslimah bisa berkontribusi di medan jihad dengan menjadi tim medis atau logistik. Mereka bisa melakukan peran apa saja demi tercapainya tujuan jihad. Apalagi, Syuriah ini benar-benar mendambakan tegaknya Khilafah yang wajib kita dukung.

Bagi muslimah yang ada di negara aman seperti Indonesia atau negeri muslim lainnya, jika tidak memungkinkan terjun langsung di medan perang, bisa membantu dengan pendanaan, persenjataan, logistik atau paling minimal dengan doa. Insya Allah inipun menjadi ladang pahal yang tak terhingga.

Atau, bisa juga dengan mengopinikan perjuangan di Syuriah dengan opini yang benar, agar makar-makar musuh Islam melalui propaganda hitam mereka bisa tersingkirkan. Sekarang era teknologi informasi, sangat penting untuk menyajikan berita dan informasi yang berimbang untuk mengalahkan opini sesat di media. Ini sangat mungkin diperankan para muslimah dari berbagai lapisan dunia dan lapisan profesi. Mari kita dukung pejuang Syuriah.(*)


Penggiat Aliansi Penulis Prosyariah (AlPen ProSa).

Ummu Jafar bersama suami dan anaknya, bercengkerama sebelum jihad. Foto from Google.

Si Seksi dalam Pusaran Korupsi


Oleh Asri Supatmiati *


KORUPSI dan perempuan adalah isu seksi. Keberadaan perempuan –apalagi yang benar-benar seksi-- dalam pusaran korupsi sukses mengguncang negeri ini. Menyedot perhatian dan energi, mengalahkan isu-isu besar yang tak kalah genting. Ancaman terhadap NKRI seperti eksisnya gerakan OPM di Inggris pun lewat begitu saja gara-gara Ahmad Fathanah.

Ya, siapa yang tak geleng-geleng kepala dengan sepak terjang tersangka kasus dugaan suap impor sapi ini. Pasalnya, kelakuannya sungguh tidak selaras dengan namanya yang berarti ¨terpuji dan cerdas¨. Bagaimana bisa anak kiai besar dan bahkan dia sendiri terbilang ustad karena kerap khutbah di masjid-masjid, terlibat kasus yang begitu memalukan. Bukan sekadar dugaan suapnya, melainkan terseretnya perempuan-perempuan seksi itu.

Begitulah, syahwat korupsi agaknya tak jauh-jauh dari pemenuhan syahwat farji. Bayangkan, dengan limpahan miliaran rupiah yang begitu mudah didapat, Fathanah tentu tanpa kendala menjerat perempuan jelita. Fathanah –dan koruptor lainnya-- pasti sudah mafhum bahwa saat ini, banyak perempuan yang memberhalakan materi. Kebanyakan perempuan masa kini telah tercuci otaknya oleh gaya hidup sekuler yang serba materialistis, hedonis, konsumtif dan permisif.

Ini semakin menguatkan opini bahwa seks memang menjadi salah satu motif korupsi. Gratifikasi seks dianggap kelaziman, padahal sebuah kezaliman. Sungguh mengerikan jika kondisi ini terus dibiarkan.

OBJEK KORUPTOR
Pejabat korupsi rupanya semakin menjadi tradisi. Dan, ada peran perempuan di sana, itu tak bisa dipungkiri. Bahkan, perempuan kerap ditempatkan sebagai biang kerok atau motivator perilaku korupsi itu sendiri.

Misalnya, tak sedikit pejabat korupsi karena rongrongan pihak istri yang tak pernah merasa cukup dengan pemberian nafkah bendawi. Istilahnya istri matre. Merasa serba kurang karena melihat ¨rumput tetangga lebih hijau.¨

Apalagi di alam sekuler saat ini, biaya hidup perempuan memang tinggi. Di samping belanja kebutuhan rumah tangga, penunjang life style-nya juga harus tercukupi. Seperti ongkos perawatan kecantikan, koleksi barang-barang branded, shopping dan clubbing.

Di sisi lain, kesempatan selingkuh juga menjadi motif koruptor itu sendiri yang meniatkan ¨mencuri¨ untuk main perempuan. Mereka paham, perempuan itu makhluk yang mudah ¨dibeli¨. Buktinya, tak sedikit perempuan yang dari profesinya seolah mulia, nyatanya nyambi menerima imbalan dengan menjual diri.

Pandangan ini jelas merendahkan perempuan, khas pandangan sekuler-kapitalis yang menganggap perempuan bak komoditi. Perempuan hanya menjadi objek pemuas syahwat laki-laki. Mereka terjebak pada kekuasaan dan perilaku menyimpang pada dunia patriarkis. Pendek kata, perempuan tersebut menjadi objek kepentingan laki-laki dalam praktik korupsi.

Tapi, tentu tidak semua perempuan seperti itu. Masih banyak kaum perempuan/istri yang qonaah dan memiliki harga diri. Perempuan yang tidak materialistis karena memandang kehidupan dunia fana belaka. Perempuan yang tak tergoda gaya hidup hedonis ala Barat. Model istri seperti ini hanya ada dalam diri perempuan yang benar-benar bertakwa. Istri sholehah yang senantiasa bersyukur dengan keringat suami, yang penting halal. Istri yang mengingatkan suami agar tetap berbuat lurus.

PERAN ANTIKORUPSI
Pada dasarnya fitrah perempuan adalah makhluk feminin dengan segala kelembutannya. Kalau selama ini dituduh sebagai biang kerok korupsi, itu bukanlah karakter dasar perempuan. Jauh di lubuh hatinya, mereka tak mau terseret tindak pidana.

Karena itu, semestinya kaum perempuan turut mengambil peran dalam menghapus tindak pidana korupsi yang semakin menjadi. Mereka harus menunjukkan sisi positif yang diyakini selaras dengan semangat antikorupsi. Para perempuan di balik laki-laki, wajib menjalankan peran kontrol sosial agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang. Ingat, korupsi ada karena kesempatan. Nah, kesempatan itu bisa ditutup oleh perempuan.

Perempuan wajib mawas diri, tidak mudah tergiur dengan iming-iming harta berlimpah tanpa memahami asal muasalnya dengan pasti. Jangan sampai menyesal di kemudian hari. Gara-gara materi yang tak ada bandingannya dengan rasa malu yang harus ditanggung seumur hidup.

Kita tidak ingin ada perempuan-perempuan lagi yang terjebak pada pusaran korupsi. Rasanya jengah menyaksikan mereka menjadi bulan-bulanan media massa atas tindak korupsi yang dilakukan laki-laki. Sebab, sudah bisa dipastikan, media massa akan terus menguliknya tanpa henti, termasuk mendetaili wilayah privacy. Apalagi masyarakat memang senang dengan isu-isu seksi seperti ini.

KORBAN SISTEM
Terkuaknya kasus Ahmad Fathanah membuat masyarakat makin pesimis, akankah korupsi bisa dibasmi? Dalam sistem demokrasi berbiaya tinggi saat ini, sangat lazim terjadi kolusi dan korupsi. Biaya politik untuk menjadi pejabat publik tentu tak didapat dari kantong pribadi. Ada sponsor yang membiayai. Terjadilah kongsi antara pengusaha dan politisi. Jika politisi kelak menduduki kursi, pengusaha berhak mendapatkan ¨komisi¨. Baik berupa kemudahan dalam bisnis, penanganan proyek, dll.

Lingkaran setan ini tak akan putus selama sistem demokrasi ini eksis. Karena itu, jika ingin membasmi korupsi, sistem demokrasi harus diganti. Mengapa tidak menengok pada sistem Islam? Jangan memandang Islam sebelah mata hanya karena sistem ini diturunkan pada masa jahiliyah. Justru, wahyu Ilahi ini memiliki perangkat komplit untuk mengakhiri budaya korupsi.

Bukan hanya itu, sistem ini juga akan menjuahkan perempuan dari keterlibatannya dalam tindak pidana korupsi. Sebab, Islam menutup peluang terjadinya kongsi pejabat dan penguasa. Juga, menutup rapat pintu perselingkuhan atau perzinaan dengan hukumannya yang keras.

Mungkin ada yang mengatakan, bukankah Ahmad Fahtanah adalah representasi Islam? Walau mengaku bukan kader PKS, ia begitu dekat dengan pucuk tertinggi partai dakwah berbasis aqidah Islam itu. Tapi nyatanya, tindak-tanduknya justru sangat jauh dari islami. Bahkan, sangat memalukan seperti bukan perilaku seorang Islam.

Justru di sinilah logikanya. Orang yang secara personal dikenal saleh pun, terjebak sistem sekuler yang rusak. Akibatnya, ikut terjerumus dalam perbuatan rusak. Ibarat mangkok, sistem demokrasi ini begitu kotor. Makanan selezat dan sebersih apapun jika dimasukkan dalam mangkok ini, akhirnya ikut kotor juga. Dengan demikian, jika ingin menyelamatkan negeri ini dari korupsi, mari sudahi penerapan sistem demokrasi.(*)


* Jurnalis, penulis buku ¨Indonesia Dalam Dekapan Syahwat¨