Berburu "Seragam" Lebaran

Antara Gamis Syahrini dan Kerudung Kate Midleton

Oleh Asri Supatmiati, S.Si
Jurnalis, penulis buku-buku Islam.

Menjelang Lebaran 2011, apalagi yang diburu masyarakat kalau bukan busana muslim. Ya, siapapun ingin menyambut Idul Fitri dengan busana takwa terbaik. Tak heran jika jauh-jauh hari sebelum Ramadan tiba, aneka trend busana muslim digeber, baik oleh perancang, butik, produsen garmen maupun para pengusaha pakaian jadi. Lantas, busana seperti apa yang akan menjadi trend tahun ini?

FENOMENAL
Fenomena fashion busana muslim Indonesia berkembang pesat, dari kelas bawah sampai elite. Festival-festival busana muslimah nasional maupun di tingkat provinsi cukup semarak. Banyak desainer dan pengusaha busana muslim memanfaatkan peluang pasar. Beragam model gamis, baju potongan dan kerudung disesuaikan dengan segmen pasar.
Lihat saja, saat kita berkeliling di pasar-pasar tradisional, baju-baju penutup aurat dipajang di sana-sini. Harganya cukup terjangkau oleh masyarakat kelas menengah bawah. Demikian pula ketika menginjakkan kaki di mal-mal. Butik-butik busana muslim selalu menampilkan koleksi terbarunya. Bahkan dengan klik internet di rumah, kita sudah bisa berkunjung ke ribuan butik online untuk memilih busana muslimah idaman. Kalau cocok, tinggal order.
Yang lucu, kiblat busana muslim masyarakat kita adalah para artis. Kalau artis itu sudah “tobat”, sehari-hari memang telah mengenakan busana muslimah, masih dimaklumi. Seperti meniru gaya berkerudung Inneke Koesherawati, Chece Kirani, Astri Ivo, Zaskia Adyamecca atau Marshanda. Pasalnya, banyak di antara merek busana muslimah yang sengaja menjadikan para artis itu sebagai ikon untuk melariskan jualannya. Seperti model baju hoodi ala Puput Melati yang sedang trend, kerudung ala Marshanda dan lain-lain.
Yang aneh, kalo meniru cara berbusana muslimah artis, padahal notabene sehari-hari mereka tidak biasa mengenakan busana menutup aurat. Misal lagi trend gamis Syahrini. Kita tahu, Syahrini identik dengan imej seksi dan make up tebal. Sangat tidak islami tentunya. Tapi begitulah, masyarakat ngikut aja.
Yang paling konyol, ada brand kerudung yang dilabeli dengan “gaya Kate Midleton”. Alamak, sejak kapan Midleton menutup aurat? Lebay banget ya?

AWAS KORMOD
Sebagai muslimah, kita harus bijak menyikapi trend mode, branded dan budaya glamour. Jangan terjebak di dalamnya, apalagi jika tidak memenuhi kriteria busana syar'i. Apa yang menjadi trend, tak selamanya bagus kita ikuti. Juga, tak selamanya cocok dengan kepribadian kita, postur tubuh, warna kulit dan sebagainya.
Semisal, bagi orang tinggi semampai, mengenakan gamis Syahrini, atau hoodi Puput Melati, mungkin menambah cantik. Tapi kalau postur tidak mendukung, lalu memaksanakan memakai gamis Syahrini, apa jadinya ya? Itulah nasib mereka yang disebut korban mode (kormod).
Lagipula kalau dipikir-pikir, yang namanya trend mode busana, pastinya model yang banyak diikuti masyarakat. Artinya, berbusana sesuai trend berarti mengenakan busana yang (maaf) 'pasaran'. Coba saja perhatikan, nanti pas Lebaran, saat bersilaturmi dengan kerabat dan teman, akan banyak kita temukan orang-orang yang berbusana dengan model “seragam”, hanya beda warnanya saja.
Hitung, berapa banyak yang mengenakan gamis Syahrini, atau Hoodie Puput Melati misalnya, pasti tidak satu dua, melainkan banyak. Namanya juga sedang trend, jadi semua orang berlomba-lomba mengenakannya. Lalu apa istimewanya busana kita kalau serupa dengan orang lain?

TRENDY DAN SYAR'I
Sesuai taglinenya 'busana muslim' tentunya harus memenuhi kriteria sebagai busana takwa sesuai yang disyariahkan Islam. Jangan sampai semangat mengenakan busana muslim terbelokkan hanya demi trend. Artinya, mengejar trend boleh, asal syar'i. Sebab, memang itulah tujuan kita mengenakan busana muslim, yakni ridho Allah SWT. Jadi jangan dibalik, yang penting trendy, mau syar'i atau tidak urusan belakangan.
Nah, sebetulnya bagaimana syarat busana muslimah yang syar'i ini? Di sinilah kaum muslimah di Indonesia kerap salah kaprah memaknai “busana penutup aurat.” Memang benar, hampir seluruh masyarakat paham bahwa muslimah diperintahkan menutup aurat, yakni menutup seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak tangan.
Lalu perintah ini dijalani dengan mengenakan pakaian apa saja yang penting kulit tubuh --kecuali muka dan telapak tangan-- tidak terlihat. Seperti mengenakan celana jeans, celana pensil ketat, lengan ditutup manset panjang, plus kaos oblong. Lalu rambut ditutupi kerudung yang sekadar dililitkan di leher sampai ke belakang.
Apakah itu syar'i? Dari sisi menutup aurat, bisa jadi sudah tertutup. Hanya, bagi muslimah, diperintahkan untuk mengenakan jilbab dan kerudung. Ini pula yang terjadi salah kaprah, hingga rancu antara jilbab dan kerudung.
Kebanyakan masyarakat mendefinisikan “jilbab” sebagai kerudung penutup kepala. Padahal, definisi jilbab yang benar adalah baju terusan yang mengulur dari tubuh bagian atas hingga ke dasar (bawah). Orang Indonesia menyebut pakaian seperti ini gamis. Jadi, jilbab itu sebenarnya ya gamis itu.
Ini berdasarkan firman Allah SWT surat Al-Ahzab ayat 59: “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang-orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal dan oleh karenanya mereka tidak diganggu. Dan Allah SWT Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al-Ahzab: 59).
Ada kata “ulurkanlah jilbab ke seluruh tubuh”, artinya jilbab itu pakaian penutup tubuh, bukan penutup rambut/kepala. Definisi jilbab seperti di atas, tidak bisa ditukar dengan definisi kerudung (bahasa Arabnya kerudung adalah khimar). Logikanya sama dengan definisi kebaya yang tidak bisa ditukar dengan kemeja. Karena kebaya sudah merujuk jenis pakaian tertentu, demikian pula kemeja.
Itu sebabnya, perintah menutup tubuh dengan jilbab, beda dengan perintah untuk menutup rambut dengan kerudung. Perintah mengenakan kerudung sendiri ada di dalam nash Alquran surat An-Nur ayat 31:
“Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: ’Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan khumurnya ke dadanya…’” (An-nur:31)
Jadi, khimar alias kerudung harus diulurkan sampai ke dada. Itulah syarat kerudung yang syar'i. Sedangkan jika tidak menutup dada, seperti dililitkan di leher, berarti belum memenuhi kriteria busana takwa.
Dengan demikian, kesempurnaan menutup aurat dengan pakaian muslimah yang syar'i adalah jika mengenakan jilbab/gamis sekaligus kerudung yang menutup sampai ke dada. Demikianlah pemahaman yang benar.

MUSLIMAH KAFAH
Mungkin akan ada yang menilai pemahaman seperti di atas terlalu ekstrim, kaku dan mengekang kreativitas dalam berbusana. Bahkan ada yang mendefinisikan “yang penting hatinya dijilbab”, walaupun tubuhnya tidak tertutup auratnya. Tentu saja, semua itu dikembalikan kepada keimanan dan ketakwaan masing-masing.
Karena, mungkin banyak yang berpikir, tak mudah “berhijrah” dari busana trendy ke syar'i. Trend mode begitu menggoda, sementara model jilbab/gamis dianggap tak menarik. Tapi, itulah ujian kita sebagai muslimah, apakah benar-benar ingin menjadi muslimah kaffah atau tidak.
Mudah-mudahan kita termasuk yang siap mengenakannya. Kalau tidak tahun ini, barangkali Lebaran tahun depan. Dan bagi yang sudah mengenakan busana muslimah secara sempurna, semoga diberi keistiqomahan untuk menjadikannya trend bersama yang tak kalah dengan busana trendy lainnya. Selamat merayakan Idul Fitri!(*)

Bersama ponakan saat Lebaran. Berbaju baru saat Idul Fitri sa-sah saja, asal jangan terjebak trend. (Foto by Tsabita. Location: Plaosan Magetan).