Mengakhiri Karier Melambai


 Huru-hara lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) mencapai klimaks. Ini setelah tertangkapnya pedangdut Saiful Jamil (SJ) yang diduga melakukan pelecehan seksual pada remaja laki-laki. Ibu-ibu fans berat duda berpenampilian religius itupun dibuat patah hati.

Sebelumnya, artis kondang lain berinisial IB, juga dituduh melakukan pelecehan seksual, meski dibantah. Lalu sebelumnya lagi, kopi maut Mirna sempat diwarnai isu lesbianisme. Sejatinya, fakta-fakta di atas sudah menunjukkan dengan gamblang, betapa buruknya perilaku dan dampak LGBT. Sangat naif jika masih dibela.



Lalu, angin segar dihembuskan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Buntut kasus tersebut, KPI mengeluarkan surat edaran yang menyerukan penghentian tayangan televisi yang menampilkan artis-artis (pria) bergaya `melambai`.

KPI Pusat mengeluarkan surat edaran yang ditujukan kepada seluruh direktur utama lembaga penyiaran stasiun televisi Indonesia, Rabu, 24/2/2016. “Berdasarkan hasil pemantauan dan aduan yang kami terima, terdapat program siaran yang masih menampilkan pria yang berperilaku dan berpakaian wanita,” ujar Ketua KPI Pusat Judhariksawan.

Edaran itu sesuai Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia tahun 2012 pasal 9, pasal 15 ayat (1) dan Pasal 37 ayat (4) huruf a. Juga sepaket dengan Pedoman Perilaku Komisi Penyiaran Indonesia tahun 2012 pasal 4. “Itu perilaku yang tidak pantas dan tidak lumrah dalam kehidupan sehari-hari,” tandas Judhariksawan.

Tujuh peringatan yang tidak boleh ada dalam tayangan: gaya pria berpakaian kewanitaan.
Riasan pria kewanitaan. Bahasa tubuh pria kewanitaan, termasuk tidak terbatas pada gaya berjalan, gaya duduk, gerak tangan, maupun perilaku lainnya. Gaya pria berbicara kewanitaan. Menampilkan pembenaran atau promosi seorang pria untuk berperilaku kewanitaan. Menampilkan sapaan terhadap pria dengan sebutan yang seharusnya diperuntukkan bagi wanita. Menampilkan istilah dan ungkapan khas yang sering dipergunakan kalangan pria kewanitaan (jawapos, 24/2/16)


Diet Televisi

Kita apresiasi upaya KPI. Selama ini kita sudah jijik dengan bertaburannya para banci di berbagai durasi. Walaupun keluarga muslim sudah banyak yang alergi televisi, tapi masyarakat awam masih cinta mati. Mencandui ibu-ibu dan anak-anak, penerus generasi. Berjam-jam setiap hari menekuri tayangan televisi. Menyerap inspirasi dari artis idolanya. Meniru polah dan tingkahnya. Tanpa peduli dampak buruknya. Alasannya, toh hanya hiburan.

Entahlah. Apakah surat edaran itu akan diindahkan atau diabaikan. Mengingat sifatnya hanya imbauan. Bukan pemaksaan. Tapi kita berharap, satu penyakit masyarakat musnah dari si kotak ajaib. Selesai? Belum. Kita juga berharap tayangan tak mendidik lain dieliminasi. Kekerasan, seks bebas dan kepornoan, misalnya. Dan tak kalah penting, propaganda gaya hidup liberal berikut pemikiran-pemikirannya yang sesat. Mungkinkah?
Berharap pada sistem sekarang, jelas mustahil. Karena fungsi media saat ini hanyalah sebagai sarana hiburan. Mengejar rating demi uang. Jangan berharap televisi akan menjadi sarana edukasi. Itu bukan visi dan misinya. Televisi di dunia hiburan saat ini adalah bagian dari industri kapitalis yang berhitung untung rugi. Jadi, keluarga muslim memang lebih baik diet televisi. Jika tak bisa memusnahkannya sama sekali, musti pilah-pilih channel dan program yang bergizi (itupun kalau dianggap masih ada).

Televisi Syariah

Selain entertainment, televisi adalah corong utama penyebaran informasi dan budaya. Mudah dan murah. Tentu kita berharap budaya Islam sajalah yang jadi kontennya. Televisi syariah yang membuat program tayangan berbasis ideologi Islam. Televisi ini hanya bisa muncul di sistem syariah.

Nanti, akan ada Departemen Penerangan (dâ'irah al-i’lâm) yang mengatur media sebagai corong Islam ini. Di situ dibolehkan bertumbuhan media massa, baik cetak maupun elektronik. Media massa (wasâ’il al-i’lâm) ini mempunyai fungsi strategis, yaitu semata-mata untuk menjamin eksistensi ideologi Islam.

Televisi sebagai bagian dari produk teknnologi, tentu boleh eksis. Apalagi, generasi saat ini, cenderung lebih menyukai tayangan-tayangan berbentuk visual. Gambar, desain, foto dan video. Malas diajak berpikir atau membaca tulisan panjang-panjang.

Jika konten televisi hanyalah tayangan-tayangan Islam yang inspiratif, hiburan yang edukatif, pasti masif pula proses penyadaran umat dan generasi. Penggemar televisi seperti ibu-ibu dan anak-anak, tak hanya akan terhibur, tapi juga tercerdaskan. Murah dan mudah. Sehat dan aman.

Untuk mewujudkan televisi syariah dambaan umat, dibutuhkan sumber daya manusia yang potensial. Inipun harus disiapkan sejak sekarang. Tugas bagi ibu-ibu untuk menyiapkan putra-putrinya menjadi generasi pengemban media Islami.

Gali potensi anak-anak di bidang ini. Seperti kemampuan mendesain, presenter, fotografi dan video, menulis, multimedia, dan sejenisnya. Talent-talent inilah yang 5, 10 atau 20 tahun mendatang menjadi generasi pemangku kebijakan di Departemen Penerangan Negara Khilafah. Jika tidak disiapkan dari sekarang, kapan lagi?

Sadarkan Penyimpangan

Satu poin penting lagi, “kematian” karier si banci tidak cukup hanya di televisi. Kita juga mengharapkan hal itu terjadi di kehidupan sehari-hari. Artinya, masyarakat tak boleh ramah terhadap karakter pria bergaya wanita. Jadi, bukan hanya KPI yang harus mengeluarkan larangan, tapi pemimpin tertinggi umat.

Apalagi Islam sudah tegas melarang laki-laki bergaya perempuan. “Rasulullah SAW melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki” (HR Al-Bukhari). Ath-Thabari rahimahullah memaknai sabda Nabi SAW di atas dengan ungkapan: “Tidak boleh laki-laki menyerupai wanita dalam hal pakaian dan perhiasan yang khusus bagi wanita. Dan tidak boleh pula sebaliknya (wanita menyerupai laki-laki).”

Jadi, bukan hanya si banci, si tomboy alias perempuan yang sengaja bergaya ala laki-laki juga harus disadarkan. Allah SWT menciptakan laki-laki dan perempuan sesuai fitrahnya masing-masing yang berbeda. Inipun PR bagi keluarga-keluarga muslim untuk mendidik anak-anaknya memahami fitrah kodratinya.

Pembiaran gaya hidup tomboy dan banci berpotensi menghidupkan perilaku penyimpang, termasuk LGBT. Apalagi jika sistem sekuler kapitalis tak juga berganti. Itulah pentingnya dunia agar mengadopsi sistem Islam. Sebab, hanya sistem inilah yang tegas memisahkan mana laki-laki dan mana perempuan. Apa yang boleh bagi laki-laki dan mana untuk perempuan. Beda, unik, solutif.(kholda)


No comments: