Menjadi Ayah yang Hangat bagi Keluarga


Foto: Ruri. Lokasi: Curug Bidadari Sentul.
Ayah, Anda memang berjasa besar dalam keluarga. Peluh dan letihmu mencari nafkah, bukan perkara mudah. Tapi ingat ya, tugas dan kewajibanmu pada keluarga bukan hanya sebatas itu. Bahagia istri dan anak bukan hanya soal uang. Juga, kehangatan dan kebersamaan bersama kehadiranmu.

Maka, ada tuntutan untuk menjadi ayah yang memiliki sosok yang hangat bagi istri maupun anak. Andalah tempat istri Anda bersandar, meminta pelukan, untuk sekadar meringankan sedikit stresnya dari keruwetan masalah rumah tangga.

Anda jugalah tempat anak-anak menaruh harapan, kekaguman, kharisma dan mimpi-mimpinya. Anak-anak melihat sosok ayah sebagai laki-laki pertama yang memukau karena kewibawaan, bijak, tegas, dan bahkan disegani.


Nah, untuk menjadi sosok yang hangat, humble dan dicintai istri dan anak-anak, tak ada salahnya Anda sedikit memodifikasi cara-cara yang selama ini sudah banyak diterapkan istri Anda. Misalnya sebagai berikut:

1. “Cerewetlah”

Sosok ayah sudah kadung dicap cuek karena irit bicara. Jarang ayah yang cerewet. Padahal, cerewet di rumah itu perlu, loh. Maka, cobalah lebih aktif mengajak istri dan anak ngobrol, seperti yang kerap dilakukan para ibu terhadap anaknya. Komunikasi yang intim, memperkuat hubungan dengan keluarga. Sebaliknya, ibu dianggap terlalu cerewet. Tapi fakta membuktikan, dengan kecerewetan dan menjadi pendengar yang baik, anak lebih nyaman curhat pada ibunya. Jadi, bangunlah kualitas interaksi dengan keluarga melalui obrolan.

2. Luangkan Waktu

Banyak suami yang enggan menyediakan waktu khusus untuk berkumpul bersama keluarga, baik keluarga inti maupun keluarga besar. Merasa tidak perlu mengajak anak-anak jalan-jalan. Cukup diserahkan pada istri. Lebih suka menunggu di mobil, atau antar-jemput saja, daripada ikut terlibat belanja atau bermain di pusat permainan anak-anak. Apalagi kalau diajak berkunjung ke keluarga besar, malas-malasan. Padahal untuk memperkuat ukhuwah, membangun kedekatan dan menghilangkan stres.

3. Pasang Telinga

Salah satu faktor stres istri adalah tidak punya mitra curhat. Padahal, kadang istri punya intuisi yang lebih peka dibanding suami. Sayang, para suami enggan mendengarkan atau meremehkan pendapat istri. Demikian pula terhadap anak, jarang terjadi ayah yang mau dengan telaten dan serius mendengarkan keluh kesah anak. Belum-belum sudah memvonis. “Yah, adik butuh uang!” Jangan langsung nyamber: “Jajan melulu, nggak punya!” Jawablah: “Buat apa, Nak? Insya Allah kalau abi ada rezeki, abi kasih.” Dengarkan dulu apa kebutuhan mereka.

4. Catat Agenda Kegiatan
Kaum ibu biasanya menulis detail kegiatan yang akan dilakukan setiap harinya. Apa yang akan dimasak, bekal anak ke sekolah, daftar belanja hingga rupiah pengeluaran, tertulis dengan rapi. Juga, kegiatan yang akan dilakukan: jam sekian mengantar anak sekolah, habis itu kajian, belanja, memasak, menjemput anak, mengajari belajar/mengaji, dst. Semua disusun berdasarkan waktu yang konsisten. Hal ini untuk melatih kedisplinan. Nah, para ayah bisa menyontek kebiasaan positif ini. Akan ketahuan, seperti apa produktivitas ayah yang merasa paling sibuk itu.
5. Selalu Husnuzan

Selalu berpikir positif dan saling percaya. Terhadap istri, terutama dalam mengelola keuangan. Jangan selalu curiga. Sudahlah memberikan uang belanja minim, suudhon pula. Padahal istri sudah rinci mentatat semua pengeluaran. Taka ada yang dibuat-buat. Percayalah, istri selalu menomor-satukan kebutuhan keluarga daripada keperluan pribadinya. Jadi, jangan katakan: “Masak uang segitu seminggu sudah habis!” Tapi katakan: “Kalau begitu nanti abi bekerja lebih keras lagi, ya, besok insya Allah pasti dapat rezeki.”

6. “Berbohonglah”

Sekali-kali (sering juga boleh), “berbohonglah” demi meredam banyak emosi. Misal ketika istri menyajikan masakan yang kurang nikmat, pujilah. Atau paling tidak, diamlah daripada mencela.
Jika anak-anak mengajak main saat Anda pulang kerja, jangan katakan “Aduh, abi capek, sana sama umi!” Anda telah merusak suasana hati anak. Anda memang harus terus bertenaga: “Ayo, Nak, mau main apa?” Hal ini pula yang kerap dilakukan para istri. Mereka capek, tapi tetap merasa kuat di depan anak-anak.(kholda/berbagai sumber)

No comments: