MENGAPA MENELANTARKAN ANAK



Kasus penelantaran anak kandung oleh orangtuanya di Cibubur sempat mengguncang jagat berita. Bagaimana tidak, lima anak masih di bawah umur tidak diurus dengan baik oleh kedua orangtuanya yang terbukti positif memakai sabu. Padahal keduanya berpendidikan.

Ayahnya seorang dosen. Tempat tinggalnya juga di lingkungan cukup berada. Bukan anak jalanan yang tinggal di kolong kembatan atau emperan toko.

Ya, sejatinya, penelantaran anak bukan saja melanda anak-anak jalanan yang jelas miskin. Terbukti di rumah gedong pun penelantaran itu ada. Bahkan, fakta penelantaran anak seperti ini bukan berita baru. Ini ibarat fenomena gunung es, hanya yang terungkap.

Nah, kasus ini kembali menjadi warning bagi para orangtua yang memiliki anak agar tidak melakukan hal yang sama. Pasalnya, jika kita mencermati profil keluarga-keluarga saat ini, sangat potensial menelantarkan anak atau mengabaikan anak. Berikut kondisi-kondisi pemicu penelantaran anak:

1. Anak Lahir di Luar Nikah

Sekarang banyak sekali kasus anak-anak yang dilahirkan di luar nikah, sehingga akhirnya ditelantarkan kedua orangtuanya. Akhirnya anak ditelantarkan: dibuang sejak bayi, atau jika lahir, diurus asal-asalan. Tidak mendapat hak-haknya sebagai anak, karena ayahnya tidak jelas. Nasabnya tidak jelas. Nafkahnya tidak jelas.

2. Anak Hasil Perceraian

Kondisi rumah tangga yang tak utuh lagi, dimana anak tinggal hanya dengan ayah atau hanya dengan ibunya, potensial telantar. Masih ingat kasus Rangga yang bunuh diri di lemari? Dialah contoh anak yang terabaikan. Meski hidup bersama nenek dan tantenya, kasih sayang orangtua kandung tak didapatnya. Umumnya, ayah tunggal atau ibu tunggal sibuk bekerja, sedangkan anak-anak diserahkan keluarga besar, pengasuh atau bahkan tumbuh sendiri. Anak-anak malang ini terabaikan.

3. Orangtua Supersibuk

Saat ini, sistem kapitalisme yang eksploitatif menyebabkan manusia menghabiskan waktu dan energinya untuk mengejar materi. Kerja, kerja, dan kerja. Uang, uang, dan uang. Kesibukan orangtua telah mereduksi waktu bersama anak-anaknya. Ya, kurangnya waktu orang tua dengan anak adalah bentuk lain penelantaran. Waspadalah!


4 Pengaruh Teknologi

Orangtua kerap sudah merasa cukup memerhatikan anak dengan pola komunikasi menggunakan alat-alat yang kian canggih. Saling menyapa melalui media sosial, sekadar chatting via smartphone dan telepon jarak jauh. Lebih ironis lagi, saat moment berkumpul di rumah pun, masing-masing asyik dengan gadgetnya sehingga tidak waktu bercengkerama. Rumah hanya menjadi tempat singgah, makan, mandi dan tidur. Tak ada lagi kehangatan.

5. Individualis

Penelantaran dan pengabaian anak juga terjadi karena karakter manusia modern zaman sekarang yang makin individualis. Merasa harus mengejar tinggi cita-cita dan mimpi-mimpinya sendiri. Merasa hidup sendiri di lingkungan, sehingga tidak peduli sesama. Merasa benar sendiri dengan pola asuhnya. Merasa tidak bersalah tanpa interaksi dengan anak-anaknya.

6 Pengaruh Gaya Hidup

Gaya hidup juga menyebabkan anak-anak terlantar, terabaikan dan terzalimi. Termasuk pengaruh gaya hidup adalah oangtua yang memakai narkoba, orangtua yang membiarkan anak balitanya merokok, orangtua yang mengeksploitasi anak demi kepentingan ekonomi, orangtua yang melibatkan anak-anak pada lingkungan dewasa yang tidak ramah anak, dll.

Ingat, dalam Islam, definisi penelantaran anak adalah jika sang buah hati tak mendapat kebutuhan layak, baik materiil maupun moril. Materiil, berarti tercukupi kebutuhan fisiknya seperti sandang, pangan, papan (hunian), pakaian, pendidikan dan kesehatan. Kebutuhan moril meliputi kasih sayang, perhatian, penjagaan dari gangguan mental, membentengi dari pengaruh buruk, pembekalan nilai-nilai agama, rasa aman, nyaman dan tenteram. Nah, sudahkah kita memenuhi hak-hak anak dan tidak menelantarkannya?(kholda)

No comments: