Generasi Bikini


Oleh Kholda Naajiyah

Sumber foto: https://i.ytimg.comption

Pesta bikini bertajuk 'Splash after Class” gagal digelar, tahun ini. Pesta untuk siswa SMA guna melepas ketegangan usai Ujian Nasional itu, keburu heboh di jagad maya. Undangan yang diunggah ke YouTube menuai kontroversi gara-gara kata “bikini summer dress” (detik.com, 23/4/15).
Dan parahnya, mencantumkan sederet nama SMA Negeri di Jakarta dan Bekasi yang diklaim sebagai pendukung acara. Bahkan SMA Muhammadiyah segala. Hal inilah yang menimbulkan keriuhan.
Dinas Pendidikan turun tangan.





Sekolah-sekolah yang dicatut namanya dipanggil untuk klarifikasi, KPAI mulai mengusut dan Dinas Pariwisata sibuk menginvestigasi EO dan hotel penyelenggaranya. KPAI mengaku prihatin. "Orangtua juga harus melakukan pencegahan. Kami juga sudah berkoordinasi dengan pihak kepolisian," tegas Ketua KPAI Asrorun Niam (detik.com, 23/4/15).


Gemar Pesta

Sejatinya, pesta alias dugem di Jakarta dan kota-kota besar di tanah air sudah biasa. Baik diselenggarakan di hotel, vila, diskotek, club malam, dan sejenisnya. Mereka juga biasa mengusung tema-tema tertentu disesuaian moment. Misalnya pesta tahun baru, Velantine's Day, Halloween, reuni, melepas lajang, dll. Termasuk bikini party.

Pesertanya bukan hanya kalangan dewasa, tapi juga remaja. Maka, seandainya undangan di atas tidak menyebut bikini dan tidak mencantumkan nama-nama SMA, bikini party pasca UN niscaya terselenggara. Sebab, berdasar informasi, pesta sejenis sudah pernah diselenggarakan tahun-tahun sebelumnya. Kali ini apes saja, keburu diprotes netizen (pengguna internet, red).

Begitulah, pesta merupakan salah satu gaya hidup liberal yang sudah lazim dilakukan. Bersenang-senang, hura-hura dan menghamburkan uang demi kenikmatan ragawi. Mereka rela membayar mahal untuk menikmatinya. Tarif bikini party untuk kelas VIP dan VVIP mencapai jutaan.

Nah, pesta semacam ini juga merupakan salah satu jenis bisnis kaum kapitalis sekuler. Penyelenggaranya jelas mencari untung. Mereka paham, orang berduit mau membayar berapa saja demi kenikmatan syahwat. Umumnya, pesta identik dengan sex after party. Makanya dress codenya bikini, biar pada “kepanasan” sehingga bisa berlanjut pada kepuasan syahwat. Na'udzubillahin zalik.

Itulah fenomena di negeri sekuler ini, yang tidak menjadikan agama sebagai pondasi dalam mengatur kehidupan. Perilaku masyarakat kian hari kian bebas tanpa batas. Tanpa peduli halal dan haram. Apalagi sarana dan kebijakan mendukung. Tempat hiburan malam dibiarkan menjamur. Toh ada izin legalnya. Kenapa? Itu bisnis yang menggiurkan. Asal setoran pajak ke negara besar, aman.

Di tempat hiburan malam semacam itu, memang tidak ada larangan untuk mengadakan pesta. Yang dipersoalkan adalah jika melibatkan anak di bawah umur. Walaupun masih pelajar SMA, kalau usianya sudah 18 tahun boleh party. Jadi, sejatinya tidak perlu kaget. Pesta-pesta semacam itu sudah lama eksis dan akan ada terus.


Lagipula, pemimpin negeri inipun mencontohkannya. Hobi pesta. Tahun baru pesta. Menang pemilu pesta. Dilantik pesta. Walaupun bertameng “pesta rakyat”, tetap saja namanya pesta. Ada hura-hura di sana. Ada campur-baur laki-laki dan perempuan. Pesta berarti mencontohkan gaya hidup hedonis. Maka, jika kali ini bikini party gagal digelar, jangan senang dulu. Kapan-kapan pasti ada acara semacam itu.

Kerusakan Berpikir

Liberalisme dengan tawaran gaya hidup hedonisnya, terus mengincar remaja. Merusak moral dan pola pikirnya. Tak terkecuali remaja muslim. Kaum liberal paham, remaja adalah generasi penerus. Jiwa mereka masih labil, mudah diperdaya dengan tawaran gaya hidup bebas yang menyenangkan. Remaja dirusak agar menjadi generasi yang lemah, sehingga tidak berkualitas sama sekali sebagai calon pemimpin dan penerus bangsa.
Lihatlah, ada ironi pada penanaman pola pikir remaja. Di satu sisi diajarkan agama dan nilai-nilai kebaikan, di sisi lain diajarkan untuk melanggar nilai-nilai itu. Remaja yang labil jelas galau dan bimbang menyikapinya. Remaja seperti inilah yang mudah diperdaya dan terjerumus dalam gaya hidup nista.
Contohnya menjelang UN, mereka diajarkan memperbanyak zikir dan doa, mengemis kepada Allah SWT minta dilancarkan dan diluluskan dengan nilai yang baik. Pas hari H pelaksanaan UN, tak lagi bergantung pada Allah. Meski sudah mempersiapkan diri, tetap cari segala jurus supaya lulus, tak peduli menghalalkan segala cara. Bahkan terkadang cara ini didukung penuh guru dan sekolahnya.
Eh, pasca UN, melampiaskan kegembiraan dengan pesta hura-hura dan sama sekali tidak ingat Gusti Allah SWT.
Seperti itulah potret remaja kita yang labil, jauh dari nilai-nilai agama. Merekalah remaja sekuler. Remaja liberal. Padahal muslim. Orangtuanya muslim. Lalu ini salah siapa?

Ganti Generasi

Ada banyak faktor penyebab. Individu remaja saat ini banyak yang tidak mengerti agama, karena kurikulum di sekolah kurang. Sementara di rumah, banyak juga orangtua yang tidak paham agama. Mereka juga orangtua sekuler. Orangtua yang tidak mengerti cara mendidik dan membesarkan anak dengan agama.

Di sisi lain, negara yang sekuler, juga tidak begitu peduli dengan masalah moral dan agama. Buktinya, sarana dan prasarana perusak moal dibiarkan. Tempat hiburan malam dan segala tetek-bengeknya dilegalkan. Bahkan jika perlu, lokalisasi pelacuran pun dibolehkan. Seperti wacana dari Gubernur DKI Jakarta Ahok (nonstop, 23/4)..

Sementara di sektor pendidikan, agama tidak benar-benar dijadikan pondasi dalam mendidik pelajar. Godaan teman dan lingkungan yang mengajak kemaksiatan mengalahkan keimanannya yang memang lemah. Nah, jika kondisi remaja hari ini, penguasa hari ini, tetap sekuler, jangan harap pengrusakan remaja akan terhenti. Dan jika ini terus berlanjut, siap-siap saja, 10-20 tahun ke depan yang ada di negeri ini hanyalah para generasi bikini. Na’uzubillahi minzalik.

Itu sebabnya kita perlu mengganti generasi. Generasi sekuler harus diganti dengan generasi Islam. Caranya, ganti ideologi yang menjadi pondasi negeri ini dari sekuler kepada Islam. Ganti kurikulum pendidikan ke Islam. Ganti sistem sosial pergaulan pada sisem Islam. Demikian seterusnya, seluruh sisi kehidupan harus ditegakkan syarat Islam. Islam sebagai way of life yang diterapkan melalui negara khilafah. Sebab, peran negara dalam menjaga moral warganya sangatlah sentral.(*)

* Tulisan ini tayang di Media Umat edisi 150



No comments: