Oleh Asri Supatmiati
Pacaran
sehat? Ngawur apa ngelindur tuh! Masak iya pacaran sampai dibahas di
buku ajar segala? Di buku Pendidikan Kesehatan Jasmani kelas XI lagi.
Emang pacaran itu salah satu cabang olahraga? Emang pacaran bisa
bikin sehat jasmani dan rohani, gitu?
Di
buku itu dijelaskan tentang pacaran sehat. Intinya, sehat fisik,
berarti jangan ada kekerasan dalam pacaran. Sehat emosional, yakni
hubungan terjalin dengan baik dan nyaman. Sehat sosial, artinya
pacaran tidak mengikat, dimana hubungan dengan yang lain tetap
terjaga. Sehat seksual berarti harus saling menjaga dengan tidak
melakukan hal-hal yang berisiko.
Na’uzubillah
min zalik. Ini buku pelajaran anak sekolah kok malah mengajarkan
pacaran. Seumur-umur baru kali ini pacaran dijadikan kurikulum di
bangku sekolah. Seolah pelajaran pacaran itu maha penting yang harus
dipahami dan diaplikasikan para siswa.
Gaya
Liberal
Pacaran
adalah ciri khas gaya hidup bebas yang bersumber dari ideologi
sekuler. Itu loh, ideologi yang memisahkan agama dari kehidupan.
Dalam pandangan ideologi ini, manusia diciptakan dengan naluri
seksual yang harus senantiasa dipuaskan. Pokoknya kalo syahwat itu
muncul, kudu dilampiaskan sampai puas, karena kalo nggak bisa bikin
koit. Begitu paham mereka.
Nah,
pacaran menjadi salah satu pintu pemuasan naluri seksual itu. Gimana
nggak, sepasang muda-mudi yang pacaran udah pasti aktivitasnya
didominasi syahwat. Pandang-pandangan dengan perasaan deg-deg serr.
Pegang-pegangan disertai rasa cenat-cenut kayak kesetrum.
Berangkulan, berpelukan dan seterusnya (stt…nggak usah dibayangi
apalagi dilakukan ya, bahaya kalau dilanjutkan).
Itulah
fakta yang namanya pacaran. Hampir semua aktivis pacaran melakukan
itu. Kalo nggak, namanya bukan pacaran dong. Mana puas cowok pacaran
dengan cewek yang nggak bisa “diapa-apain”. Mana mau cewek
pacaran sama cowok yang “nganggurin” dia.
Jadi,
faktanya, pacaran itu selalu mengundang hadirnya syahwat. Bohong itu
pacaran sehat. Selamanya pacaran itu nggak bisa dibikin sehat.
Apalagi diajarkan di sekolah supaya bikin sehat. Masak aktivitas
bahaya gitu dibilang sehat? Pacaran itu bukannya bikin sehat, justru
bikin sakit. Jiwa raga. Lahir batin. Jasmani rohani. Dunia akhirat.
Memicu
Penyakit
Pacaran
nggak bakal bisa bikin sehat fisik. Faktanya, ada fenomena kekerasan
dalam pacaran (KDP), baik kekerasan verbal maupun fisik. Pacar juga
manusia, sering banget khilaf. Kalo udah emosi, kasarnya ketahuan.
Kebun binatang keluar dari lisannya, ayunan tangannya juga ringan bak
algojo yang tanpa beban mengeksekusi seorang pesakitan.
Konon,
angka KDP ini ibarat fenomena gunung es, karena tidak banyak pacar
yang merasa perlu melaporkan KDP pada pihak berwenang. Misalnya ke
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komnas Perempuan, Komnas
HAM atau polisi. Kenapa? Karena, kadang sang pacar punya rasa percaya
diri yang sangat rendah. Merasa layak diperlakukan kasar oleh
pasangannya, karena merasa tidak terlalu cantik, punya banyak
kekurangan, dll. Duh! Sudah pacar kasar, masih juga dimaklumi!
Pacaran
juga gak bakal bikin sehat seksual. Aktivitas pacaran itu sendiri
penuh risiko. Pas pacaran, kalo dua-duanya saling “kesetrum”,
trus nggak lanjut pada hubungan seksual, pasti bakal sakit hati.
Bikin resah bin gelisah. Galau tingkat tinggi. Makanya, fakta
membuktikan, banyak aktivis pacaran yang akhirnya berzina. Tanggung,
kalau nggak sampai dipuaskan, sakitnya tuh di ubun-ubun. Gelisah
tingkat tinggi.
Sebab,
naluri seksual itu memang fitrahnya begitu. Kalau dia dibangkitkan
dari ‘tidurnya’, menuntut pemuasan. Kalau nggak dipuaskan akan
bikin hati nggak tenteram. Tapi, nggak bakal bikin mati sih, hanya
gelisah saja. Itu fakta sebenarnya. Makanya, kalo nggak mau galau, ya
jangan pacaran.
Pacaran
juga nggak bikin sehat sosial. Udah pasti namanya pacar itu posesif.
Nggak bakal bebas berinteraksi dengan yang lain karena terikat dengan
sang pacar. Nanti dicemburui atau dianggap selingkuh. Nah, kalo udah
ada KDP, nggak sehat seksual, nggak sehat sosial, gimana hubungan
bisa sehat emosional? Mustahil.
Yang
ada pacaran itu bikin sakit jiwa. Misalnya ketika terjadi
pertengkaran hebat dengan sang pacar. Pasti keluar tuh cacian dan
makian. Kadang mengungkit-ungkit segala hal yang udah diberikan
pacar. Apalagi kalo kemudian putus dengan cara tidak baik. Sakitnya
tuh di sini (nunjuk dada). Luka hati lama penyembuhannya. Banyak yang
susah move
on
gara-gara diputus pacar. Bahkan ada yang sampai gila dan bunuh diri
segala.
Lebih
dari itu, pacaran juga memicu penyakit hati lainnya. Cewek kalo punya
pacar, duh, bangganya selangit. Sok merasa cewek paling laku sedunia.
Bibit-bibit sombong bin takabur tuh! Cowok juga begitu. Kalo sukses
naklukin cewek, belagunya nggak ketulungan. Merasa cowok paling
ganteng sedunia. Laku men! Dosa, kan takabur.
Makanya,
jangan percaya namanya pacaran sehat. Apalagi bagi muslim, nggak ada
istilah pacaran dalam Alquran dan Hadits. Haram hukumnya pacaran,
karena dalam Islam nggak boleh kholwat (dua-duaan dengan lawan jenis
yang bukan mahromnya). Yang pasti-pasti aja deh, kalo mau sehat,
jangan pacaran!(*)
* Tulisan ini tayang di Majalah D'Rise
No comments:
Post a Comment