Masa Depan Bahasa Alay


Musium apa museum? Foto: Asri. Lokasi: Gunung Merapi.
Alkisah ada seorang bule datang ke Indonesia. Jauh-jauh hari udah getol nih belajar Bahasa Indonesia. Iya dong, untuk memudahkan komunikasi. Soalnya ia denger-denger, orang Indonesia banyak yang nggak menguasai Bahasa Inggris.

Saat hendak menuju Monumen Nasional (Monas), untuk meyakinkan arahnya, bertanyalah ia pada seorang pemuda alay yang nongkrong dekat Stasiun Gambir. Bule: “Maaf, benarkah jalan menuju Monas yang ke kanan?” Jawab si Alay: “Yoi.”

Menjadi Ayah yang Hangat bagi Keluarga


Foto: Ruri. Lokasi: Curug Bidadari Sentul.
Ayah, Anda memang berjasa besar dalam keluarga. Peluh dan letihmu mencari nafkah, bukan perkara mudah. Tapi ingat ya, tugas dan kewajibanmu pada keluarga bukan hanya sebatas itu. Bahagia istri dan anak bukan hanya soal uang. Juga, kehangatan dan kebersamaan bersama kehadiranmu.

Maka, ada tuntutan untuk menjadi ayah yang memiliki sosok yang hangat bagi istri maupun anak. Andalah tempat istri Anda bersandar, meminta pelukan, untuk sekadar meringankan sedikit stresnya dari keruwetan masalah rumah tangga.

Anda jugalah tempat anak-anak menaruh harapan, kekaguman, kharisma dan mimpi-mimpinya. Anak-anak melihat sosok ayah sebagai laki-laki pertama yang memukau karena kewibawaan, bijak, tegas, dan bahkan disegani.

Fenomena Fatherless vs Motherless


Foto: Asri. Lokasi: Cifor.
Tanggal 12 November lalu diperingati sebagai Hari Ayah. Memang tidak seheboh Hari Ibu, karena peringatan itu baru diproklamirkan 2006 lalu. Bukan oleh para ayah, tapi kaum ibu. Perkumpulan Putra Ibu Pertiwi (PPIP) mendeklarasikannya 12 November 2006 di Solo, Jateng, diikuti Kota Maumere, Flores, Nusa Tenggara Timur.

Tampaknya, kaum ibu cukup peka untuk menggaungkan kepedulian pada ayah. Terutama anak-anak, jangan sampai melupakan jasa-jasa seorang ayah. Sosok yang cenderung mencinta dalam diam. Ya, jasa ayah sebagai penopang ekonomi keluarga bukan perkara mudah. Tapi, bukan sekadar materi yang dibutuhkan dari sosok seorang ayah. Kharisma, kebijaksanaan, keteladanan, kepemimpinan, ketegasan dan kepedulian pada keluarga dalam aspek pendidikan, sosial dan spiritual juga tak kalah penting.

Menanamkan Jiwa Kepemimpin pada Anak



foto: panjimas.com
Saat ini kita umat mengalami krisis kepemimpinan. Tidak ada teladan pemimpin yang membuat umat kehilangan tujuan. Bagaimana 10, 20 atau 30 tahun mendatang? Mungkin akan lebih buruk jika zpara perempuan yang menjadi pelahir generasi tidak segera dibenahi. Mengapa kaum perempuannya? Sebab merekalah yang menjadi tangan pertama dan utama dalam pendidikan generasi.

Membangkitkan Intelektual Perempuan


Kongres di Sukabumi. Foto: radarsukabumi.

Apa yang terbayang ketika seorang perempuan menyandang status mahasiswi? Intelektual muda yang cerdas. Punya masa depan cerah. Profesi karir menanti. Tak beda dengan profil mahasiswa, bukan? Ya, intelektual muda hari ini terbelenggu dalam berbagai kesibukan perkuliahan yang dilandasi cara berpikir pragmatis: mendapatkan ijazah untuk bekal mencari pekerjaan.

Mereka pun akan memilih bidang studi sesuai minat dan bakat, yang kelak menjamin masa depan terbaik dalam karier. Lulusan perguruan tinggi, termasuk para mahasiswi, disiapkan tak lain dan tak bukan untuk mengisi lowongan-lowongan kerja sesuai kebutuhan perusahaan-perusahaan.