Agustus
identik dengan perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia. Tahun
ini sudah ke 70. Lantas,
sudahkah kita benar-benar merdeka? Pertanyaan klise yang tiap tahun
dijawab: belum. Dalam skala negara, tampaknya kemerdekaan hanya
sebatas di atas kertas. Secara de facto, negara kita masih dijajah
ideologi sekuler-kapitalis. Secara politik masih dipengaruhi
kebijakan negara adidaya pengemban utama Ideologi ini. Pemimpin
negeri ini belum mandiri.
Ilustrasi. Foto: Tsabita. Lokasi: Sentul. |
Bagaimana
dengan kemerdekaan secara individu? Bung Hatta pernah berujar:
“kemerdekaan kita bukan hanya merdekanya sebuah bangsa dari
penjajahan, tetapi juga merdekanya setiap individu warga negara dari
segala macam penindasan dan penghisapan.”
Hm,
tampaknya kemerdekaan individual pun jauh dari kenyataan. Rakyat
kebanyakan masih merasakan penindasan dan penghisapan tersebut. Masih
dijajah pengangguran, kemiskinan, kebodohan, buta-huruf, hukum yang
tidak adil, pajak yang mencekik, dan seterusnya.
Tak
terkecuali perempuan. Memang, tampaknya perempuan saat ini begitu
“merdeka” dibanding 10, 20 atau 30 tahun lalu. Bisa sekolah
setinggi-tingginya. Berkiprah di mana-mana. Bebas berekspresi.
Travelling ke mana dia suka. Gampang minta cerai dan seterusnya.
Tapi, benahkah ini kemerdekaan mereka?
Merdeka
ala Sekulerisme
Kendati
keran kebebasan perempuan sudah cukup terbuka lebar, pejuang
kesetaraan gender masih belum puas. Menurut mereka, perempuan belum
merdeka sempurna. Pertama, perempuan dianggap belum merdeka atas
tubuhnya sendiri. Buktinya, banyak regulasi yang mengatur “tubuh”
perempuan.
Misalnya
larangan jam malam, rok mini atau “ngangkang” di Aceh, dinilai
upaya mengendalikan tubuh perempuan.
Kedua,
perempuan belum merdeka dalam hak reproduksi. Mau dengan siapa dia
berhubungan seks, hamil atau tidak, adalah hak asasi perempuan. Tak
heran bila perempuan sekuler begitu bebas bergaul dan berhubungan
seks, bahkan dengan sesama jenis. Ketaatan pada suami, dianggap
penindasan dan pemerkosaan.
Ketiga,
perempuan belum merdeka dalam mengaktualisasikan diri di berbagai
bidang. Masih ada perlakuan diskriminatif di bidang ekonomi, politik,
sosial dan budaya. Contohnya keterwakilan perempuan di parlemen dan
pemerintahan masih minim. Pengusaha perempuan masih sedikit.
Masih
banyak yang tak bisa sekolah sehingga buta huruf.
Fakta
itu mendorong penggiat kesetaraan gender untuk terus “memerdekakan”
kaum perempuan. Menurut mereka, hanya dengan memberikan kesetaraan
penuh kepada seluruh warga negara, keadilan akan tercapai.
Padahal,
fakta membuktikan, kemerdekaan yang konon baru “sedikit” yang
bisa dinikmati perempuan itu saja, sudah menimbulkan malapetaka.
Apalagi jika perempuan benar-benar diberi “kemerdekaan yang
sempurna”. Kerusakan manusia dan bangsa akan semakin nyata.
Kemerdekaan
Yang Merusak
Ideologi
sekuler bukan memerdekakan perempuan, sebaliknya menjadikan perempuan
diperbudak materi dan menjadi budak seks. Ketika diberikan
kemerdekaan atas tubuhnya, yang terjadi perempuan mengekploitasi
habis-habisan demi kepentingan ekonomi. Menjual kemolekan diri dalam
industri hiburan, bahkan jika perlu di lembah prostitusi.
Itu
sebabnya para perempuan penjaja seks komersial malah disemati sebagai
pahlawan keluarga. Semua demi uang. Demi penampilan. Demi aksesoris.
Ya, perempuan pun terjajah gaya hidup glamour dan mewah.
Lalu
ketika diberi kebebasan hak reproduksi, terjerumuslah dalam pergaulan
bebas. Efeknya: hamil di luar nikah mewabah, aborsi menjadi (yang
notabene merusak organ reproduksinya), nikah didahului hamil, mudah
minta cerai jika tidak puas dengan suami. Inikah kemerdekaan hakiki
itu?
Berbondong-bondongnya
wanita berkiprah di berbagai bidang tanpa aturan, juga telah
menimbulkan malapetaka sosial. Perselingkuhan, pelecehan seksual dan
perkosaan merajalela. Kebejatan moral pun berada di titik terendah.
Bagaimana tidak, hampir setiap hari kita disuguhi tragedi-tragedi
moral yang dimulai dari bebasnya interaksi pria-wanita ini.
Bahkan,
tak sedikit perempuan jadi korban pembunuhan akibat terlampau
merdekanya dalam beraktivitas. Contohnya yang menimpa Hayriantira
(37), mantan asisten Direktur XL yang tewas dieksekusi teman
dekatnya, Andy Wahyudi.
Jelaslah,
kemerdekaan yang didambakan sekulerisme agar bisa dinikmati secara
sempurna oleh kaum perempuan, hanya akan merusak. Bahkan
menjerumuskan perempuan dalam penjajahan dan perbudakan lebih dalam.
Islam
Memerdekakan Perempuan
Merdeka
dalam makna sesungguhnya sebagai hamba Allah SWT adalah ketika setiap
individu dapat beribadah dengan benar, menjalankan syariat dan
mendapat ridho-Nya. Maka, ideologi Islam dengan segala aturannya yang
detail, justru akan memerdekakan seluruh umat manusia. Merdeka dari
rasa takut, kekurangan, dan ketidak-adilan.
Tak
terkecuali bagi perempuan. Aturan-aturan yang detail khususnya bagi
perempuan, bukan dimaksudkan membelenggu dan memperbudak mereka,
melainkan melindungi dan memerdekakan perempuan dari keterpurukan dan
perbudakan.
Misal,
aturan menutup aurat, adalah memerdekakan perempuan dari pandangan
nakal laki-laki penuh syahwat. Juga, memerdekakan mereka dari
penjajahan dunia fashion. Larangan berduaan dengan lawan jenis,
berarti memerdekakan perempuan dari risiko menjadi korban kejahatan
seksual. Juga, memerdekakan diri dari dosa. Keluar rumah atas izin
wali atau suami, juga memerdekakan perempuan dari tindak kejahatan di
luar sana.
Kepemimpinan
laki-laki atas perempuan, harus dipahami sebagai upaya memerdekakan
perempuan dari beratnya beban amanah. Nafkah di pundak suami, artinya
memerdekakan istri dari tanggungan kerja berat dalam mengejar materi.
Itu
baru sekelumit syariat yang bersifat individual. Namun, kemerdekaan
hakiki yang bisa dinikmati laki-laki maupun wanita akan terwujud jika
syariat Islam diterapkan secara menyeluruh. Institusi negara khilafah
Islamiyah akan memerdekakan umat dari kemiskinan, kemaksiatan, dan
ketidak-adilan,
Maka
sudah kewajiban perempuan saat ini untuk bergabung bersama barisan
pejuang Islam yang bercita-cita membebaskan negeri ini dan seluruh
dunia dari belenggu ideologi sekuler. Caranya, curahkan tenaga,
pikiran, ilmu dan hartanya untuk menyadarkan masyarakat. Memahamkan
mereka dengan Islam, memotivasi dan membangkitkan semangat agar siap
diatur dengan ideologi Islam. Wallahu'alam.(kholda)
No comments:
Post a Comment