Sumber foto: 1.bp.blogspot.com |
Wacana Konyol
AA hanyalah satu dari
“produk” prostitusi online. Masih banyak perempuan lainnya yang
juga menjadi pelakunya. Apakah alasannya karena desakan ekonomi?
Tentu bukan. Tertangkapnya AA jelas membuktikan bahwa pelacuran saat
ini bukan didorong motif ekonomi. Lalu apa?
Pelacur seperti AA atau
yang lainnya yang bertarif tinggi, adalah pelaku “bisnis syahwat”.
Entrepreneur modal badan. Mereka memang menjadikan dirinya sebagai
komoditi untuk dijual mahal. Label 'artis' menjadikan tarifnya
melangit. Mengapa? Artis identik dengan sosok cantik, mulus, dan
terawat. Makanya mahal.
Ya, ibaratnya, pasti
beda membeli produk di kaki lima dengan di mal. Seperti itu pula, ada
pelacur yang menjajakan diri di pinggir jalan, dengan risiko
ditangkap Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Ada pula yang di
hotel bintang lima yang lebih minim risiko.
Semuanya menunjukkan:
prostitusi tetap eksis. Dilokalisasi atau tidak, akan tetap ada
selama sistem yang diterapkan adalah sistem sekuler-liberal. Maka,
wacana lokasisasi prostitusi tidak masuk akal. Lebih konyol lagi,
menuduh bahwa merajalelanya pelacuran online, di kos-kosan atau
hotel, adalah dampak dari penutupan Gang Dolly.
Padahal, “Dolly
online” ini memang sudah eksis sejak perkembangan dunia teknologi
memudahkan komunikasi melalui smartphone. Apa sih yang tidak bisa
dilakukan di ponsel pintar ini? Pelacuran di manapun dan melalui
sarana apapun, akan tetap ada, selama ada pria hidung belang dan
perempuan penjaja tubuh yang tidak mau tobat.
Pasalnya, dalam sistem
hukum saat ini, pelacur selalu ditempatkan sebagai korban. Dalam
kasus AA, dia hanya dijadikan saksi. Bukan tersangka. Setelah
ditanyai, dibebaskan. Ya, belum pernah ada pelacur yang dihukum.
Pelacur di pinggir jalan yang ditangkap Satpol PP pun hanya didata,
dikasih peringatan agar tidak beroperasi lagi. Dah gitu aja!
Maka, tidak ada efek
jera. Hari ini ditangkap di Jalan A, besok beroperasi di Jalan B.
Hari ini ditangkap di kota A, besok bisa pindah ke kota B. Gitu aja
kok repot. Dalam berbagai kasus, hanya mucikarinya saja yang didakwa.
Bagaimana pula dengan para pelanggannya? Sama sekali tidak tersentuh
hukum. Bebas melenggang. Bebas booking pelacur lainnya, kapan saja.
Itulah lingkaran setan
prostitusi yang tak akan bisa diputus saat ini. Sebab, tidak ada yang
bisa menghukum para pelaku perzinaan yang jelas-jelas melanggar
syariat Islam itu.
Bukan Isapan Jempol
Tertangkapnya AA
membuka tabir akan prostitusi di kalangan artis yang selama ini hanya
dianggap gosip. Memang, tidak semua artis melacurkan diri, namun
artis nyambi itu memang ada. Bukannya suuzhon, toh sudah ada
buktinya.
Pelacur kelas kakap
seperti AA ini, melakukannya jelas bukan didasari motif ekonomi.
Maka, kepada para pembela PSK yang selalu mempropagandakan
kemanusiaan, kita bertanya, apakah PSK seperti AA ini juga masih akan
dibela?
Sungguh celaka jika
pelaku maksiat terus-menerus dibela. Bahkan dihamburi empati dan
dielu-elukan. Mereka malah mendapat “berkah” akibat kasusnya:
menjadi makin terkenal. Job ngartis pun semakin deras mengalir.
Bahkan pada beberapa kasus, sosok seperti ini sontak jadi bintang
tamu yang nongol di berbagai acara talkshow televisi.
Tak perlulah disebut
satu persatu, pasti kita masih ingat bagaimana sosok pelaku maksiat
di kalangan artis yang malah makin eksis keartisannya, hingga kini.
Bahkan sebagai publik figur, kerap dielu-elukan. Terutama oleh kaum
perempuan, kaum ibu yang notabene begitu mengagumi dan meneladani
para artis ini.
Maka sungguh heran bila
hari ini, begitu banyak ibu-ibu yang merestui anaknya terjun ke dunia
artis. Misalnya mendukung sang buah hati mengikuti berbagai ajang
pencarian bakat, kontes kecantikan dan audisi-audisi keartisan
lainnya. Bangga jika anaknya terkenal. Bahagia karena sontak kaya
mendadak.
Bukan Teladan
Sudah
menjadi rahasia umum bahwa dunia artis begitu rawan dengan
kemaksiatan. Dunia yang menjanjikan gaya hidup glamour, hedonis dan
permisif. Dunia hiburan yang dekat dengan hura-hura, pesta,
campur-baur laki-laki perempuan tanpa batas dan bahkan narkoba.
Sayangnya,
dunia seperti itu banyak dicari manusia. Termasuk kaum muslimin dan
muslimah saat ini. Mereka membayangkan, betapa enaknya menjadi
terkenal dan banyak uang. Mereka iri dengan kehidupan para selebriti
yang hobi berbagi kemewahannya di media, termasuk media sosial.
Akibatnya,
para artis inilah yang jadi teladan. Anak-anak masa kini cita-citanya
ingin jadi artis terkenal. Lalu ibunya mengaminkan. Sungguh celaka
jika situasi seperti ini dibiarkan. Artis sama sekali bukanlah
teladan. Apalagi artis yang nyata-nyata pelaku maksiat.
Solusi Komprehensif
Prostitusi selamanya
hanya membawa kemudaratan. Pemicu penyakit sosial, seperti
perceraian, aborsi, trafficking dan penyebaran penyakit seksual
menular, termasuk HIV/AIDS yang mematikan. Maka, diperlukan solusi
komprehensif untuk menutupnya.
Sudahi prostitusi untuk
menciptakan masyarakat yang bersih. Caranya, ganti sistem sekuler
dengan sistem Islam. Negara wajib menerapkan hukum-hukum Islam
berdasar Alquran dan sunah. Negara harus tegas memberikan sanksi
pidana kepada para pelaku prostitusi. Mucikari, PSK dan pemakai
jasanya semua harus dihukum.
Mereka adalah subjek
dalam lingkaran prostitusi. Hukuman di dunia bagi orang yang berzina
adalah dirajam (dilempari batu) jika ia pernah menikah, atau dicambuk
seratus kali jika ia belum pernah menikah lalu diasingkan selama satu
tahun.
Di sisi lain, negara
wajib menjamin pemenuhan kebutuhan hidup setiap anggota masyarakat.
Caranya, ciptakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya hingga seluruh
warga dapat mengakses sumber rezeki dengan cara halal. Sehingga,
alasan mencari nafkah tidak bisa lagi digunakan untuk melegalkan
prostitusi.
Tentu saja, ini juga
didukung dengan memberikan bekal kepandaian dan keahlian pada
warganya. Dengan demikian setiap individu mampu bekerja dan berkarya
dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak. Jadi, tidak
perlu melacur lagi.
Di samping itu, tutup
semua tempat-tempat hiburan yang dijadikan sarang maksiat. Perketat
tayangan-tanyangan di media yang menawarkan gaya hidup hedonis.
Sebab, gaya hidup mewah inilah inspirasi bagi para perempuan penjaja
cinta untuk mendapatkan uang dengan cara instan.
Tak ketinggalan,
perkuat pondasi keimanan dan ketakwaan dalam keluarga. Kaum ibu dan
anak-anak perempuan menjaga kehormatannya. Demikian pula kaum ayah
dan anak-anak laki-laki, dengan pemahaman agama yang benar, harus
memiliki rasa hormat pada perempuan. Dengan begitu tidak terpikir
untuk melakukan tindak maksiat. Dengan solusi di atas, diharapkan
prostitusi tersingkir secara perlahan tapi pasti.(kholda)
* Tulisan ini tayang di Media Umat edisi 151
No comments:
Post a Comment