Perempuan Cinta Syariah


Indahnya konsep Islam yang kaffah dan komprehensif

Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) baru saja melaksanakan hajatan besar, yakni Konferensi Perempuan dan Syariah di Academic Activity Center (AAC) Dayan Dawood, Komplek Unsyiah, Banda Aceh, 7 Maret lalu. Seribuan muslimah hadir, menyatukan visi dalam acara bertema “Mengakhiri Serangan terhadap Syariah” itu. Tak hanya tokoh-tokoh asal Indonesia, juga dari Malaysia dan Brunei Darussalam.

Lokasi di Aceh terasa istimewa, karena saat ini Aceh merupakan salah satu daerah yang diberi keleluasaan untuk menerapkan syariah Islam, meski hanya parsial. Nah, penerapan yang parsial inilah yang justru menjadi bumerang. Karena, perempuan kerap diposisikan sebagai korban. Syariah Islam pun dituduh mendiskriminasi perempuan.

Tuduhan itu kerap terlontar dari mulut para penyambung lidah ideologi sekuler yang gerah dengan pemberlakuan syariah Islam. Selain di Aceh, juga perda-perda bernuansa Islam di daerah lainnya. Tujuannya, untuk menakut-nakuti kaum perempuan akan syariah Islam. Dipropagandakanlah bahwa syariah Islam itu hanya akan menjadi teror bagi mereka.

Misalnya, kewajiban menutup aurat adalah pengekangan dan menghambat aktivitas. Larangan khalwat adalah mengekang wanita karena tidak memiliki kebebasan dalam bergaul. Ancaman hukuman cambuk atau rajam jika melanggar syariah, melanggar hak asasi manusia, menyakitkan dan memalukan. Perempuan juga tidak boleh sembarangan berkendara, karena ada larangan ngangkang. Jangan coba-coba pula pulang larut malam, bisa-bisa ditangkap Satpol PP karena disangka PSK.

Nah, tuduhan semacam itu biasanya membesar dan meluas dari satu-dua kasus yang disorot media. Padahal, realita sebenarnya dari konsep syariah Islam terkait perempuan tidaklah demikian. Namun, tuduhan semacam itu tidaklah mengejutkan. Itu hanyalah lagu lama yang terus diputar ulang untuk menakut-nakuti perempuan akan tidak adilnya syariah.

Konsep Terindah

Konsep syariah Islam bagi perempuan sungguhlah indah. Jika memahami secara kaffah dan komprehensif, perempuan akan jatuh cinta pada syariah. Butuh dekapan syariah. Rindu segera diterapkan.

Sejatinya, syariah Islam diciptakan untuk mewujudkan tuma'ninah (ketenangan), sa'adah (kebahagiaan) dan 'adalah (keadilan), baik bagi laki-laki maupun perempuan. Tidak ada yang dilebih-utamakan satu dari dua jenis kelamin itu.

Adanya pembagian peran, hak dan tanggungjawab masing-masing jenis kelamin, adalah untuk menciptakan keselarasan, harmoni dan keseimbangan. Tidak dimaksudkan untuk membeda-bedakan. Semua itu pasti mengandung maslahat.

Adanya perintah menutup aurat, khususnya perempuan yang mencakup seluruh tubuh kecuali muka dan telapan tangan, akan menjaga kemuliaannya. Tubuh perempuan bukanlah komoditi yang boleh diekspos, gratis atau berbayar. Ditutupnya aurat ini tidak akan menghalangi aktivitas perempuan. Sudah banyak buktinya, kiprah muslimah dari zaman rasul, sahabiyah maupun kekhilafahan yang berkontribusi besar bagi umat. Saat inipun, kita menyaksikan para muslimah berhijab mendominasi prestasi di berbagai bidang. Sungguh pemikiran primitif jika masih menggunakan dalil “jilbab mengekang aktivitas perempuan.”

Lalu, adanya nizam ijtima'i (aturan pergaulan) yang melarang khalwat (berdua-duaan), ikhtilat (campur baur), ghadhul bashar (menundukkan pandangan), tak lain untuk menjaga kehormatan dua jenis manusia, laki-laki dan perempuan. Dengan aturan sosial yang tegas ini, masyarakat akan sehat, tidak didominasi syahwat.

Ini jelas berbeda dengan ideologi sekuler ala Barat yang diklaim mampu mengangkat harkat dan martabat perempuan. Ideologi liberal yang mengagungkan kebebasan, yakni bebas beragama, berpendapat dan bertingkah laku terbukti gagal memuliakan perempuan.

Lihat saja saat ini, perempuan yang mengumbar aurat, bebas berinteraksi dengan lawan jenis, khalwat dan ikhtilat di mana-mana, hanya melahirkan perempuan sebagai korban perilaku amoral. Perempuan hanya jadi objek seksual, pemuas nafsu dan komoditi dagangan. Dilecehkan, dicabuli, diperkosa, dizinahi dan dijual. Persis tragedi moral yang melanda dunia Barat.

Tak mengherankan jika hari ini, perempuan-perempuan Barat pun berbondong-bondong masuk Islam. Mereka menemukan hakikat dirinya sebagai perempuan yang terjaga dan berharga, setelah memeluk syariah. Mereka jatuh cinta pada hijab yang menutup auratnya. Mereka jatuh cinta pada nizam ijtima' yang memuliakan dirinya. Mereka menemukan ketenangan dan kebahagiaan dalam dekapan syariah. Mereka mulai menanggalkan ide liberal yang bertentangan dengan syariah. Termasuk konsep kesetaraan dan keadilan gender yang batil dan gagal itu.

Edukasi Syariah

Para pengkritik syariah Islam itu, jika ia muslimah, dipastikan ia tidak paham dengan agamanya sendiri. Mereka pastinya tidak memahami Islam secara kaffah dan komprehensif. Mereka hanyalah perempuan yang terlanjur didoktrin cara pandang Barat dan belum sempat belajar ideologi Islam.

Atau, ada juga yang memahami Islam dengan penafsiran yang sesat atau sengaja disesatkan Barat. Mereka juga tidak pernah mendapatkan informasi komprehensif tentang sejarah hidup kaum perempuan dalam naungan syariah. Ini karena ada upaya sistematis dari Barat untuk menghapuskan sejarah penerapan Islam.

Maka, inilah saatnya mengakhiri semua tuduhan miring terhadap perempuan dan syariah. MHTI melakukan edukasi untuk mengenalkan bahwa syariat Islam bukanlah horor bagi perempuan. Syariah bukan sebatas rajam atau potong tangan. Konferensi tersebut adalah bagian dari proses edukasi itu.

Selain melalui konferensi tersebut, 8 Maret lalu juga menggema kampanye simpatik “woman and syariah” di hampir seluruh penjuru nusantara. Para muslimah ramai-ramai turun ke jalan untuk mengingatkan masyarakat akan bahaya ide feminisme, yang notabene anak kandung ideologi sekuler-kapitalis.

Para muslimah pejuang syariah dan khilafah mengajak masyarakat tidak termakan propaganda yang menyudutkan syariah. Mengingatkan para muslimah agar kembali pada syariah. Mengajak mereka ikut memperjuangkan tegaknya khilafah.

Inilah upaya global untuk menyadarkan masyarakat agar kembali pada syariah. Diharapkan, aksi memanfaatkan moment hari perempuan sedunia 8 Maret ini mampu menyadarkan kaum muslimah agar mencampakkan ideologi sekuler dan memburu ideologi Islam saja. Tak ada kesempurnaan yang dibutuhkan perempuan kecuali syariah Islam. Allahu akbar!(kholda)

* Tayang di Media Umat edisi 147 

Para muslimah saat mengikuti Konferensi Perempuan dan Syariah di Aceh. Foto: Muslimah Media Center MHTI.


No comments: