Celaka 12! Guru besar
Universitas Hasanudin (Unhas) Makassar, Prof DR Musakkir SH. MH dan
seorang dosen Ismail Alrip SH, M.KN ditangkap saat pesta sabu bareng
mahasiswinya, Nilam, di Hotel Grand Malibu, Jumat (14/11/2014)
dinihari. Polisi menyita dua paket sabu lengkap dengan alat hisapnya.
Di hotel yang sama, di
kamar lain, ditemukan Andi Syamsuddin alias Ancu (44), warga BTN Ara
Keke, Kabupaten Bantaeng bersama mahasiswi Ainum Nakiyah (18), warga
Jalan Pelita, Makassar. Di sini disita sabu seberat 1 gram, 2 butir
ekstasi dan alat penghisap sabu (bong). Nah, dari pengakuan Ancu,
barang haram itu didapat dari teman di kamar 205.
Ditangkaplah Harianto
alias Ito (32), staf Zona Cafe, warga Jalan Kapasa Raya, Daya. Di
dalam kamar itu, polisi menyita satu paket sabu sisa pakai. Total
dari tiga kamar tempat pesta sabu ditangkap enam orang
(www.kompas.com,14/11/2014)
Hampir bersamaan, Badan
Narkotika Nasional (BNN) menangkap dua artis VM dan K, di diskotek
Domain, Senayan City, Jakarta. VM diduga Vicky Monica, pendatang baru
kelahiran Duri, Riau, 17 April 1990, pernah main di Ganteng-Ganteng
Srigala, film Mengejar Malam Pertama dan Pupus. Sedangkan inisial K
disinyalir Kevin Kambey, model, bintang iklan, pesinetron dan pemain
film yang sedang naik daun (www.tempo.co.id,
17/11/14).
Berita itu cukup
menghebohkan di tengah isu BBM. Gimana nggak, sebelumnya kita udah
dikejutkan dengan tertangkapnya pelawak senior Kabul Basuki alias
Tessy juga karena drugs. Duh, kayaknya generasi muda ampe tua kompak
ya, doyan nge-fly. Buktinya, BNN merilis, 500.000 warga
Jakarta jadi pengguna narkoba. Itu artinya sekitar 7 persen dari
total 7 juta penduduk Jakarta (www.tempo.co.id, 30/10/14).
Itu
baru di Jakarta. Juga, baru yang kedata. Belum yang nggak terungkap
dan di kota-kota besar lainnya. Macam kasus di Makassar itu.
Bayangin, hanya satu malam, di satu hotel aja, ditemukan enam
pengguna narkoba. Kalau begitu angka sesungguhnya pasti ibarat
fenomena gunung es: ketahuan pucuknya doang dan jumlah sebenarnya
jauh berlipat.
Salahkan
Pendidikan
Khusus kasus Profesor,
ini jelas tamparan keras buat dunia kampus khususnya dan dunia
pendidikan umumnya. Yup, kalo artis kena narkoba, emang dunia mereka
image-nya udah buruk. Pesta, dunia malam dan gaya hidup bebas
lekat dengan mereka. Banyak duit, punya jaringan, tergodalah belanja
barang haram. Apalagi tingkat stres karena persaingan cukup tinggi,
akhirnya narkoba jadi pelarian.
Lah kalo profesor yang
melakukannya? Alamak! Sungguh memalukan! Gelar tertinggi dengan
sederat titel nggak ngasih teladan kebaikan sama sekali, malah
berperilaku maksiat. Ngajak-ngajak mahasiswinya lagi. Gimana berharap
mahasiswa jadi generasi terbaik jika profil pendidiknya aja cacat
moral.
Bisa jadi, ini karena
banyak banget para pendidik bergelar akademik bergengsi itu jebolan
dari luar negeri sono. Lulusan dari kampus-kampus di negara-negara
sekuler, khususnya Barat, udah pasti sedikit banyak terpapar gaya
hidup liberal.
Tak sedikit dari mereka
yang bahkan menjadi corong dari peradaban rusak Barat, paradigma
nyeleneh, pemikiran asing dan filosofi sekuler yang sangat
bertentangan dengan Islam. Pola pikir mereka banyak yang udah
kebarat-baratan, seperti toleransi yang salah kaprah, penggiat
pluralisme, dialog antaragama, pembela liberalisme dan bahkan
penentang Islam.
Lagian, tak sedikit
profil pendidik saat ini yang mampu meraih titel akademik tinggi di
usia relatif muda. Begitu lulus S1, langsung lanjut S2 dan seterusnya
hingga bisa meraih gelar profesor, doktor atau master dalam usia
30-an tahun. Dari sisi akademik, kecerdasan dan ilmu, mungkin
mumpuni. Tapi dari sisi kematangan kepribadian sebagai pendidik,
termasuk kematangan moral, nah, ini yang jadi persoalan.
Mereka –dan kita--
adalah bagian dari output sistem pendidikan Indonesia yang sangat
sekuler, jauh dari nilai-nilai agama yang seharusnya menjadi way
of life. Tak pernah mendapatkan porsi terbaik dalam pendidikan
agama. Selama menikmati bangku sekolah bahkan hingga kuliah, pondasi
keimanan dan kepribadian Islam para pelajar sangat rapuh. Dan
ternyata, itu terbawa sampai profesor. Godaan duniawi pun menyeret
pada perilaku tak wajar dan bahkan berujung nista.
Ini tentu beda kalo
sejak dini Islam yang dijadikan dasar dalam membangun sistem
pendidikan. Mulai di rumah, lingkungan, sekolah, kampus hingga di
masyarakat. Anak didik sejak dini mustinya ditanamkan pemahaman
tentang Islam sebagai ideologi alias way of life yang mengatur
seluruh aspek kehidupan. Bahwa drugs itu haram, yakin, profesor juga
pasti mafhum. Masalahnya, karena Islam nggak diterapkan dalam tatanan
sistem, melainkan sistem sekuler yang bercokol, akhirnya gaya hidup
permosif itu yang mendominasi. Padahal, jika profesor –juga umat
muslim umumnya-- mengkaji Islam secara ideologis, percaya deh, dengan
kekuatan ideologi Islam itu, drugs bakal gagal menggoda iman.
Pasti Terungkap
D'riser, jangan ditiru
ya ulah profesor nakal itu. Namanya drugs seberapapun dan jenis
apapun udah pasti bawa mudharat. Nggak usah tergoda! Lagian, dalam
dunia kriminal, para kriminolog (pakar kriminal) itu punya motto
“setiap kejahatan pasti terungkap.” Artinya, nggak bakal ada
kejahatan di dunia ini yang bakal tertutup rapat.
Kalau kamu berbuat
jahat, bermaksiat, mesum atau berperilaku amoral, cepat atau lambat
suatu saat pasti terungkap. Hanya soal waktu. Persis dengan pepatah
sepandai-pandai menyembunyikan bangkai, baunya bakal kecium juga. So,
mau berbut tuh mikir!
Nggah usah coba-coba
berbuat aneh-aneh deh. Yang lurus-lurus aja. Yang pasti-pasti aja,
yang halal dan dibolehkan Islam. Pikir dulu sebelum berbuat dengan
standar Islam, halal dan haram. Cuma itu satu-satunya benteng
pertahanan terkuat, terbaik dan terhebat dari serangan budaya hidup
maksiat. So, belajar Islam yang bener, serius dan kafah. Jangan
ber-Islam setengah-setengah. Apalagi cuma Islam KTP. Eh...Islam di
KTP pun bakal dihilangkan, ya? Runyam deh!(*)
* Tulisan ini tayang di Majalah Remaja D'Rise
No comments:
Post a Comment