Dojodohin, Why Not?


Oleh Asri Supatmiati
(Penulis Buku "The World of Me")

Mendengar istilah dijodohin, pasti sebagian kamu-kamu langsung negatif thinking.Maklum, perjodohan sering diidentikkan ama beli kucing dalam karung. Padahal, dibanding pacaran, justru perjodohan ini yang kudu dilestarikan. Lho kok?

Ortu Berperan
Jangan salah, perjodohan sebenarnya justru cara yang Islami menuju gerbang pernikahan dibanding nyari jodoh sendiri melalui aktivitas pacaran. Udah sering banget kita bahas and kamu juga pasti mafhum, pacaran itu bukan konsep Islam buat nyari jodoh. Banyak aktivitas dalam pacaran yang melanggar hukum syara, seperti pandang-memandang dengan syahwat dan khalwat (dua-duaan). So, sekalipun dalihnya untuk PDKT, pacaran tidak dibenarkan dalam Islam.
Emang, masyarakat sering memandang sinis, bagaimana bisa merid dengan orang yang nggak kita kenal sebelumnya? Seperti membeli kucing dalam karung dong! Akhirnya dilegalkanlah aktivitas pacaran dengan dalih sebagai ajang penjajakan, saling kenal dan menyelami pribadi masing-masing. Padahal, lama enggaknya pacaran nggak ngaruh ke pernikahan. Liat aja, nenek-kakek atau ibu bapak kita dulu, mereka rata-rata juga kagak pacaran tapi bisa langgeng. Sebaliknya, artis yang udah pacaran 5 tahunan, waktu merid justru cuma tahan 5 bulanan. Iya, nggak?
Mangkanya, buat PDKT alias mengenal satu-sama lain, nggak musti lewat jalur pacaran. Trus gimana? Di sinilah orangtua berperan. Yup, sebagai anak gadis yang belum merid, kita masih berada dalam tanggungjawab ortu. Maka, salah satu tugas orangtua adalah mencarikan jodoh buat anak gadisnya. Jadi, kalo ada ortu yang berbaik hati mencarikan jodoh, jangan ditolak mentah-mentah. Malah bersyukur dong ada ortu yang pengertian he..he..
Teknisnya gimana? Supaya kamu punya bayangan, bisa aja ortu (atau siapa aja yang menjadi 'perantara' perjodohan) sebelumnya menceritakan berbagai informasi seputar si ikhwan. Mulai usianya, latar belakang keluarganya, tingkat pendidikannya, pekerjaannya, dlsb. Bahkan yang terpenting bagaimana pemahaman agama dan akhlaknya. Dengan demikian, kamu bisa mendeskiripsikan apakah memang ikhwan itu memenuhi kriteria yang diyariatkan Islam atau tidak. Kemudian dilanjutkan dengan temu darat alias ta'aruf. Ortu kamu mempertemukan kalian berdua. Biasanya ta'aruf sebatas untuk saling mengenal penampakan fisik masing-masing. Nah, kalo dari temu darat itu kamu tampaknya no problem, dianya juga oke, baru ke tahap khitbah. Ikhwan menyatakan meminta (melamar) kamu buat jadi calon pengantinnya. Gitu ceritanya dan seterusnya. Nah, dengan cara gini berarti nggak seperti dugaan kebanyakan orang, perjodohan itu identik dengan beli kucing dalam karung. Soalnya kalian udah saling kenal, kan? 

Hak Anak Gadis
Tentu saja, konteks perjodohan di sini harus Islami. Maksudnya, landasan menjodohkannya adalah aqidah Islam, bukan yang lain, semisal azas manfaat. Nggak kayak di sinetron-sinetron itu lho, anak perempuan dijadiin agunan ortunya. Pas nggak bisa bayar utang, jadilah anak gadisnya buat bayaran, yakni kudu nikah ama si orang kaya itu. Jadi, azas perjodohannya manfaat belaka. Karena calon menantu atawa calon besannya tajir, anak gadisnya jadi korban.
Jadi, ketika ortu menjodohkan anak perempuannya adalah demi semata-mata menjalankan tugasnya sebagai orangtua untuk mempermudah anaknya menemukan jodoh. Dalam hal ini, ortu sebatas bertindak sebagai perantara alias MC (mak comblang) aja. Maksudnya, ortu nggak berhak maksa ke si anak agar bersedia menikah dengan pilihannya itu. Benar bahwa ortu punya kewajiban mencarikan jodoh anaknya yang sudah layak nikah, tapi diterima atau tidak adalah hak si anak.
Mungkin saja menurut kaca mata ortu si ikhwan udah perfeck banget, misal materi berkecukupan, usia udah matang, dari keluarga baek-baek, akhlaknya juga elok, tapi tetap keputusan berada di tangan anak gadisnya. Jadi sekali-kali ortu nggak berhak maksa. Dalam hal ini anak tidak bisa disalahkan atau dianggap durhaka hanya karena menolak ria pilihan ortunya, tentunya jika alasannya syar'i. Sebab yang akan menjalankan pernikahan si anak, jadi ortu nggak berhak memaksa. Sekalipun begitu, sebagai anak perempuan yang berbakti, jika memang ikhwan yang 'disodorkan' ortu adalah laki-laki yang sholeh, tidak selayaknya untuk ditolak. Bahkan Insya Allah akan mendapat pahala karena mampu menyenangkan hati orangtua.
Yang pasti, jangan kayak tragedi Siti Nurbaya yang dipaksa merid ama Datuk Maringgih. Doi terpaksa melakukannya, padahal dalam hati Siti Nurbaya sudah punya pilihan laen.
Kalau antara anak dan ortu punya standar penilaian yang sama, pasti urusan perjodohan bisa lebih lancar. Maksudnya, nggak bakalan terjadi pemaksaan kepada si anak, atau sebaliknya penolakan dari anak ke ortu. Sebab hal ini sering menjadi problem tersendiri. Di sisi lain ortu pengin membantu anak menemukan jodohnya, di sisi lain si anak merasa haknya dilangkahi sehingga cenderung melakukan penolakan. Ujungnya si anak dicap durhaka gara-gara anaknya menolak dijodohkan dan seterusnya.
Padahal kalo sama-sama paham bagaimana kriteria calon suami, tentunya nggak bakalan terjadi seperti itu. Lalu apa kriterianya? Jelas, yang baek agamanya, yakni orang yang sholeh dan tidak berbuat maksiat. Sebisa mungkin yang ngerti Islam, bahkan nggak sebatas sebagai agama ritual, tapi juga agama yang mengatur seluruh aspek muamalah. Gampang kan? (*)

Kriteria Memilih Jodoh:

Pertama, agama. Ini seh kriteria yang kagak bisa ditawar lagi. Nyari pasangan hidup emang kudu berlandaskan kesamaan aqidah. Bukan saja karena Allah SWT melarang wanita menikah dengan laki-laki non-Muslim, tapi juga karena dengan landasan aqidah inilah biduk rumah tangga dibangun. Seorang istri punya kewajiban taat pada suami. Maka itu, suami kudu tipe orang yang layak ditaati, yakni yang bertakwa, sholeh, memahami kewajiban terhadap istri, dll. Suami yang sholeh tahu cara memperlakukan istri dengan makruf.
Kedua, latar belakang keluarga. Kamu juga kudu tahu kira-kira bagaimana latar belakang keluarga si ikhwan, apakah dia keturunan keluarga baek-baek, atau sebaliknya. Bisa aja ikhwan itu mungkin memang orang yang sholeh, tapi keluarganya ternyata non-Muslim, tidak welcome ama kamu mungkin gara-gara kamu berjilbab, atau keluarganya pelaku tindak kriminal. Bukan apa-apa, merid itu bukan saja kamu menikahi si ikhwan, tapi juga 'menikahi' keluarga besarnya. Nggak enak kan kalo kamu nanti nggak diterima di keluarga besarnya, suami masih terpengaruh keluarganya yang punya adat kebiasaan buruk, dll. So, dengan tahu latar belakang keluarganya kamu bisa nyiapin jurus-jurus bagaimana menghadapi mereka. Itu juga kalo kalian benar-benar berjodoh.
Ketiga, pendidikan. Boleh-boleh aja kamu mengharapkan calon suami yang punya pendidikan lebih tinggi dari kamu, punya titel di depan dan di belakang namanya, atau minimal sebanding. Misal kamu lulusan SMU penginnya dapet suami D3 atau malah sarjana. But, nggak usah muluk-muluk. Toh tingkat pendidikan bukan jaminan bagi kelanggengan kehidupan rumah tangga, meski bukan berarti hal yang nggak penting. Jenjang pendidikan sama atau yang laki lebih tinggi bukan jaminan keluarga akan utuh, asalkan kedua belah pihak bisa saling mengimbangi. Yah, minimal soal wawasan bisa sebandinglah, jangan terlalu njomplang. Bersyukurlah kalo dapet ikhwan yang pendidikannya lebih tinggi. Sebaliknya, kalo kamu dapet suami yang tingkat pendidikannya lebih rendah, juga jangan sombong dan meremehkan.
Keempat, kesehatan. Rasulullah SAW menyukai pemuda-pemuda yang sehat dan kuat. Makanya, nggak ada salahnya faktor kesehatan ini jadi pertimbangan. Bukan apa-apa, sekarang kan banyak penyakit yang mengerikan semisal AIDS. Bukan tak mungkin lho, cowok baek-baek terinveksi ini. Mungkin melalui jarum suntik yang ngga steril saat dia berobat, turunan ortunya, atau karena masa lalunya yang suram (Hii...syerem). So, nggak ada salahnya kok kamu nanyain masalah kesehatannya, apakah punya gangguan kesehatan yang bersifat permanen, seperti asma, kanker, diabetes, dll. Itu juga kalo dia mau ngasih tahu, nggak perlu maksa. Yang jelas, dengan tahu riwayat penyakitnya, kamu juga bisa nyiapin diri kalo-kalo kalian emang bakal 'jadian'. Setidaknya kalo suami kamu nanti pas kambuh kamunya nggak bakalan kaget ngadepin. Istilahnya, sedia payung sebelum hujan.
Kelima, fisik. Ukuran seperti wajah yang cakep, mata yang tajam bak burung elang, hidung mancung, rambut bebas ketombe, badan atletis, dll, itu mah bukan jaminan kebahagiaan. Apalagi berat badan, tinggi badan, lingkar badan, lingkar pinggang, panjang lengan (mo njahitin baju apa merid?). Itu semua hanya pelengkap. Bukannya nggak boleh bercita-cita punya suami seganteng Nicholas Saputra (buat perbaikan keturunan neh!), tapi syarat nomor 1 kudu terpenuhi dulu. Yang jelas, kalo kamu punya suami caem, risikonya juga gede, siap-siap jealous. Iya dong, pasti banyak cewek-cewek iseng yang suka ngelirikin he..he...
Keenam, materi. Termasuk salah satu kesiapan menikah adalah maisyah alias materi. Kamu kudu pertimbangkan, apakah calon Mas Johanmu udah punya sumber penghasilan tetap. Bukan berarti harus kerja kantoran, jadi eksekutif atau bos, yang jelas punya sumber penghasilan buat menafkahi kamu. Bukan apa-apa, kadang karena saking ngelontoknya pemahaman 'rejeki itu kan dari Allah SWT' dan melihat ikhwannya udah TOP agamanya so pertimbangan materi diabaikan. Kalo udah kadung jatuh hati ama ikhwannya, modal nikah cuma cinta pun jadi. Padahal, rumah tangga ngga hanya dibangun berlandaskan cinta, Non!
Kalo udah merid, biasanya yang kepikiran itu bukan melulu masalah romantisme berdua, yang ada di benak tuh gimana biar kompor dapur tetep ngebul, gimana biar punya rumah and nggak jadi 'kontraktor' terus-terusan, gimana biar bisa keluar dari PMI (Pondok Mertua Indah), gimana bisa nabung buat pendidikan anak-anak kelak, dll. Hanya perlu diingat, ukuran materi ini jelas beda ama pandangan masyarakat kebanyakan (para kapitalisme itu tuh!) yang menganggap pemuda yang siap merid itu hanya yang udah punya jabatan mantap di kantornya, pengusaha sukses, udah punya rumah sendiri, mobil mentereng, dll.(*)

Menghadapi Guru Penggoda

Oleh Asri Supatmiati
Penulis Buku "Cewek Buka-bukaan"

Pernah digoda cowok? Hmm...pasti kamu-kamu pada acung jempol. Emang, cowok tuh suka iseng banget godain cewek. Apalagi cowok-cowok tipis iman alias preman. Meski cuma disuitin, bikin gerah juga kan. Yang gawat, gimana kalo yang suka menggoda itu ternyata guru kita di sekolah? 

Akhir-akhir ini nggak sedikit guru yang suka menggoda muridnya. Maaf banget buat bapak-bapak yang berprofesi guru, bukannya nuduh ya, ini fakta loh, bukan gosip. Udah banyak kasus murid yang mendapat perlakuan nggak senonoh oleh (oknum) guru. Ada yang hanya dikerlingin nakal, dirayu pake kata-kata gombal, atau bahkan ditowel-towel tubuhnya. Yang lebih syerem, ampe dicabuli. Iiih, amit-amit jabang bayi.
Contoh kasus yang dilakukan Suh (50), salah seorang oknum guru sebuah sekolah kejuruan di wilayah Kecamatan Ciawigebang Kabupaten Kuningan. Dia mencabuli salah seorang anak didiknya hingga hamil 7 bulan. Bener-bener ibarat pepatah pagar makan tanaman deh.
Kejadian macam itu bisa terjadi karena sang murid nggak bisa nolak gurunya, figur yang selama ini kudu dihormati dan dipatuhi. Karena perasaan takut atau sungkan, murid nggak bisa berbuat banyak saat digodain. Kalaupun marah, nggak mungkin serta merta melabrak tuh guru iseng. Bisa-bisa kitanya yang dianggap kurang ajar. Lebih gawat lagi nilai-nilai sekolah pelajaran tuh guru bisa terancam. Repot. Lalu bagaimana dong?  

Sebatas Muamalah
Hubungan antara guru dan murid hanya sebatas muamalah. Kamu menuntut ilmu dan gurumu sebagai pengajarnya. Titik. So, nggak usah coba-coba dikembangin hubungan-hubungan yang laen. Apalagi dia guru laki-laki, nggak sembarangan kita boleh berhubungan, seperti jadi sahabat, jadi tempat curhat, dll.
Emang sih, guru yang baik adalah guru yang perhatian ama muridnya. Biasanya tipe guru kayak gini gampang akrab ama muridnya, suka ngajak ngobrol atau becanda. Tapi inget, semua itu harus tetap dalam koridor sebagai seorang pendidik yang berusaha  menciptakan suasana belajar yang nyaman, menyenangkan dan menyelesaikan problem-problem yang bisa jadi dihadapi murid-muridnya.
Di sisi lain, adalah kewajiban murid buat menghargai, patuh dan mengormati sama gurunya. Tentu saja jika guru tersebut menunjukkan perilaku yang sopan, santun dan berwibawa. Pokoknya menunjukkan sosok guru yang emang pantes buat digugu dan ditiru gitu loh. Kita pun hanya boleh patuh kalo diperintahkan melakukan hal-hal yang tidak bertentangan dengan syariat Islam. Jadi, sekalipun yang memerintahkan guru, kalo disuruh hal-hal yang bertentangan dengan Islam nggak boleh kita ikuti.
Nah, kalo tuh guru udah mulai melenceng dari tugasnya sebagai pengajar,  waspadai. Misalnya melakukan pendekatan pada murid tertentu. Kalo ada guru mencoba menggoda kamu, sebaiknya kamu membatasi diri untuk tidak melayaninya. Yup, semakin kamu layani godaannya, tuh guru bakal makin ketagihan godain kamu. Meski digodanya sebatas dengan kata-kata, jangan memberi respon positif. Misalnya jangan terkesan kamu senang digoda dengan senyum-senyum atau ketawa-ketiwi. Jangan pula merasa ge er kalo digodain, atau bahkan bangga.  Ntar dikira kamu emang suka digodain.
Apalagi kalo udah menjurus ke aktifitas fisik, missal ditowel-towel atau diraba-raba bagian tubuh kamu, udah deh alamat nggak bener tuh guru. Tunjukkan ketidaksukaanmu dengan santun (gimana caranya ya? Susah-susah gampang emang). Intinya sih jangan asal emosi. Takutnya gurumu tersinggung dan berbalik marah sama kamu. Kalo udah gitu, bisa jadi dia akan membenci kamu atau malah dendam. Lebih baik sebisa mungkin segera menghindar dari hadapan guru itu. Pamit aja dengan baik, misal 'Maaf Pak, mau ke kelas dulu' dan sebagainya.
       
Tanda-tanda Guru Penggoda
Supaya kamu waspada terhadap perilaku guru kamu yang tipe penggoda, sebaiknya kamu tahu kriteria guru penggoda itu kayak apa sih? Bisa jadi guru ganjen itu suka tampil klimis, biar dianggap paling cute gitu. Dengan begitu murid-muridnya juga gampang dipincut..
Cara pandang guru penggoda juga beda. Pasti dia suka curi-curi pandang, merhatiin seluruh tingkah laku kamu. Lihat saat doi lagi ngajar, saat nyuruh kamu ngerjain tugas ke depan kelas atau di manapun ketika ada kamu dan bapak guru itu. Kalo doi suka-suka kepergok mandangin kamu, hm...emang bisa dipastikan tuh bapak guru ada maunya.
Guru penggoda juga sok akrab. Biasanya mancing kamu dengan candaan, pujian atau bahkan menggoda kamu dengan kata-kata rayuan. Setelah itu baru ngorek-ngorek masalah pribadimu, misalnya soal hobi, cita-cita, dah punya pacar apa belum (padahal kita kan bukan penganut pacaran), suka jalan-jalan nggak, dst.
Udah gitu dia pasti nyari-nyari kesempatan buat dua-duaan ama kamu. Alasannya bisa aja dengan memerintahkan mengerjakan tugas tertentu atau pengin nanyain sesuatu ama kamu. Bahaya, Non! Apapun alasannya jangan sekali-kali nurut aja. Ingat, pelecehan murid ama guru bisa terjadi. Kalo dah gitu, mending ajak temen, jangan sekali-kali mau ditemui guru sendirian, apalagi kalo di tempat yang udah sepi. Misal di kelas yang udah nggak ada murid lagi atau di ruang guru yang sudah sepi, dll.  
Lagian, kalo berdua-duaan gitu, meski ama guru sendiri tetep aja jatuhnya khalwat. Padahal Islam kan tegas melarang laki-laki dan perempuan berdua-duaan. Ingat pesan Rasulullah Saw: 'Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan dengan perempuan yang tidak disertai mahramnya.' Demikian pula hadits lain yang intinya berbunyi: 'Dan tidaklah seorang laki-laki dan perempuan berdua-duaan melainkan yang ketiganya adalah setan.' Jadi, setuju kan kalo kita sebagai murid perempuan sebaiknya jaga jarak ama guru laki-laki? Kudu lagi!(*)

Kiat Menjaga dari Godaan Guru

Kalau kamu termasuk murid perempuan yang sering diisengin guru laki-lakimu, ada tips-tips nih untuk menghindarinya.
1. Jaga pandangan. Jangan ampe sering-sering menatap gurumu waktu dia ngajar atau saat berinteraksi. Siapa tahu gurumu jadi ge er dan pengin balas menggoda kamu. Ingat firman Allah Swt: "Katakanlah kepada mukmin perempuan, hendaklah menundukkan pandangan mereka dan menjaga kehormatan mereka. ...." (QS an-Nuur [24] : 31)
2. Jaga dandanan dan tingkah kamu. Biasanya murid yang digoda adalah yang suka cari perhatian dengan berpakaian seksi, pakai wewangian, ganjen dan agresif.  Makanya, tampillah dengan dandanan dan pakaian yang Islami. Selain karena kewajiban dari Allah Swt, insya Allah juga bisa mengantisipasi dari godaan setan yang terkutuk...eh...termasuk godaan guru tentunya.
3. Jaga jarak. Sebaik apapun guru itu, tetap jaga jarak aman. Sebab keakraban murid-guru bisa membuat guru penggoda leluasa melancarkan jurusnya. So, jika ada guru penggoda yang sok akrab, jangan serta-merta meladeni dengan mengajaknya berakrab-akrab ria. Sebab begitu merasa akrab, tuh guru bakalan nggak jaim-jaim buat melancarkan  jurus godaannya.
4. Jangan dibalas. Meski 'cuma' dengan ucapan-ucapan dan tidak sampai menyentuh fisik, lebih baik kamu cuekkin aja. Soalnya kalo kamu nanggepin, bukannya kapok mereka malah akan semakin menjadi-jadi. Cowok penggoda itu bakal senang kalo godaan mereka ditanggapi atau dijawab. Entah kamu jawabnya dengan ketus, sinis, marah, mencaci-maki, semua itu nggak bikin cowok penggoda jera.
5. Pasang tampang tegas. Umumnya cowok penggoda tuh akan segan menggoda mereka yang nggak nanggepin godaan-godaan mereka. Bisa jadi guru kamu juga gitu. Supaya dia nggak terus-terusan pasang godaan, jangan dibalas dengan godaan. Oke? Ntar juga ketahuan kok itu dari ekspresi wajah kamu, mana yang diam tegas bin cuek dengan kesan senang bin antusias. Guru penggoda pastinya jadi malaslah godain murid yang nggak respek sama godaannya. Iya kan?(*)

Cowok Idaman

Oleh Asri Supatmiati
Penulis Buku "The World of Me"

Ngomongin soal cowok idaman, udah pasti  heboh dan nggak ada habisnya. Nah, gimana seh tipe cowok idaman kamu? Pasti banyak kriterianya dong. Cakep, pinter, tajir, baik hati dan tidak sombong, mungkin diantaranya. Hm, gimana biar kita nggak salah pilih ya?

Ada banyak yang bilang kalau cowok demen cewek, biasanya fisiknya dulu yang dinilai. Yang kudu cantiklah, bodi semampai, langsing, kulit mulus, dll. Masalah kepintaran, nomor sekian. Sebaliknya, cewek demen ama cowok justru ngelihat dari isi otaknya. Maksudnya bukan kita nguliti batok kepala tuh cowok, tapi dinilai dari kepintaran dan kecakapannya dalam segala hal. Misalnya dari sisi akademis oke, wawasannya luas, cakap menekuni profesinya, pandai menyenangkan pasangan, dll. Apa bener gitu? Yuk kita simak penuturan beberapa sobat kita.
Lili yang karyawan swasta di Bogor bilang, doi paling demen ama cowok yang gentle. Maksudnya yang tanggung jawab, bisa ngemong dan pengertian gitu. ''Pokoknya yang carelah ama kita. Dan kalau bisa wawasannya luas,'' ujarnya.
Lain lagi dengan Devi, jebolan SMP swasta di Bogor. Menurutnya cowok idaman tuh yang perhatian, romantis dan humoris. Soal wajah atau fisik? ''Ya penting juga sih, tapi nggak harus yang cakep banget sih, asal nggak ngebosenin aja,'' urainya. Em, yang kayak gimana ya? Tau ah.
Artis macam Happy Salma juga setuju nggak terlalu menilai cowok dari fisiknya. ''Yang paling penting seiman, bisa menerima saya apa adanya, itu aja udah cukup,'' katanya.
Wah, kayaknya beragam banget ya tipe cowok idaman itu. Jadi bingung! BTW, yang pasti, tentu semua cewek mengharapkan cowok yang terbaik di matanya. Nah, masalahnya, standar terbaiknya itu yang kayak gimana sih?

Cowok Sejati
Tentunya nggak bakalan ada di dunia ini cowok yang perfeck, yang memenuhi berbagai kriteria terbaik 100 persen. Soalnya, cowok jugaaa...manusia. Ada kelebihan dan kekurangannya. Yang wajahnya di atas rata-rata, mungkin malah IQ-nya jongkok. Yang kantongnya tebel, mungkin akhlaknya nggak baik. Yang wajahnya standar, mungkin sifat-sifatnya justru menyenangkan. Demikian seterusnya. Makanya, mengharapkan cowok yang sempurna tentu nggak gampang.
Tapi, ada satu kata kunci supaya kita dapet cowok yang setidaknya mendekati sempurna. Paling nggak dari segi tanggung jawab, pengertian dan budi luhur akhlaknya nggak diragukan lagi. Apa itu? Iman. Yes, ini kriteria yang kagak bisa ditawar lagi. Nyari calon pasangan hidup emang kudu berlandaskan kesamaan aqidah. Bukan saja karena Allah SWT melarang wanita menikah dengan laki-laki non-Muslim, tapi juga karena dengan landasan aqidah inilah dijamin bakal selamat dunia akhirat.
Maksudnya, kelak kalo dah married, berpasangan ama cowok seiman insya Allah akan menghantarkan keduanya bahagia dunia akhirat. Kalo udah nikah, istri kan punya kewajiban taat pada suami. Makanya suami kudu tipe orang yang layak ditaati, yakni yang bertakwa, sholeh, memahami kewajiban terhadap istri, dll. Suami yang sholeh tahu cara memperlakukan istri dengan makruf.
Biarpun orang bilang wajahnya standar, yang penting tanggung jawabnya oke. Biar suami penghasilannya pas-pasan, yang penting nggak bakalan niat menelantarkan istri. Bahkan pastinya bakal gigih dong nyari rezeki karena tahu kewajibannya. Dijamin deh, kalo iman dan takwa pilihannya, nggak bakalan nyesel. Cowok yang iman dan takwa inilah cowok sejati.

Ngaca Dulu
Allah Swt menciptakan makhluknya berpasang-pasangan, membentuk suatu keharmonisan. Dengan berbagai kekurangan dan kelebihannya masing-masing diharapkan mereka bisa saling melengkapi dan bukan satu mendominasi bagi yang lain. Makanya, biasanya cowok-cewek juga diciptakan berpasangan dengan yang sepadan, baik wajah, sifat-sifat maupun perilakunya.
Misal yang cantik ama yang cakep, yang wajahnya standar juga dapetnya nggak yang cakep banget, yang berandalan juga mustahil berpasangan ama cewek berjilbab, dll. Makanya seringkali ketika udah married, setelah diamat-amati ternyata suami istri punya kemiripan wajah. Emang jodoh, begitu kata orang. Hal itu emang udah menjadi sunnatullah.
    Demikian pula dari sisi keimanan. Biasanya cowok sholeh juga dijodohkan Allah Swt dengan cewek yang sholehah. Coba simak firman Allah SWT berikut: "Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik...." (QS An-Nuur: 26).
Jadi, kita musti ngaca dulu sebelum berandai-dandai mendapatkan cowok idaman. Jangan sampai ibarat pungguk merindukan bulan. Ntar kalo nggak kesampaian malah perih ati. Udah nyadar wajahnya biasa aja, mimpi dapet cowok secakep Nabi Yusuf (kayak apa cakepnya, kira-kira sendiri deh). Jangan pula kita masih punya sifat-sifat buruk, mengharapkan cowok yang baik hati. Kalo kita pengin calon pendamping hidup yang baik, sholeh, nah kitanya sendiri kudu memperbaiki diri dulu menjadi wanita sholihah.
Caranya? Bekali diri kamu dengan ilmu-ilmu agama, hiasi perilaku kamu dengan akhlak mulia, dan jaga penampilan biar tetap oke. Bukannya mau mejeng loh, tapi merawat kebersihan dan kesehatan wajah dan tubuh itu kan penting banget. Luruskan niat bahwa semua itu kamu lakukan bukan semata-mata buat nyari gebetan, tapi lebih untuk berkhidmat kepada Allah Swt. Bukankah menjaga diri, baik penampilan maupun perilaku termasuk ibadah juga? Asal niatnya lurus, insya Allah. So, gak usah bingung nyari-nyari kriteria cowok idaman,  yang pentingnya imannya. Tapi inget, berburu cowok idaman bukan buat pacaran loh, tapi entar buat married. Oke?(*)


Imanmu Yang Kumau!

Pastinya banyak parameter buat menilai seorang cowok. Nah,  ini nih untung ruginya milih cowok berdasar standar tertentu.
1. Fisik. Siapa coba yang nggak bangga kalo bisa 'nggandeng' cowok secakep Nicholas Saputra. Hm, pastinya gede rasa dong, bisa bikin kebat-kebit cewek-cewek lain. Tapi awas, kalo kamu menilai cowok dari penampilannya aja, hati-hati ketipu. Bukannya nggak boleh, tapi yang namanya fisik oke itu nggak selamanya selaras ama perilaku yang juga oke. Kalo cowok kamu cakep, tapi kasar dan bengis gimana? Hiy...syerem! Banyak loh suami para seleb yang tentunya cakep, ternyata nggak bisa menghargai perempuan alias kasar. Belum lagi lirikan cewek-cewek centil, hm...bikin jelous deh. Jadi, cakep nggak menjamin kebahagiaan.
2. Harta. Kebanyakan cewek pasti mengharapkan cowok yang mapan. Gaji gede, banyak doku, atau minimal dari keluarga yang mampu. Wajar, sebab kalo udah married, cewek punya ketergantungan finansial ama suaminya (dan emang suami wajib menafkahi istrinya).  Tapi inget, harta juga bukan jaminan kebahagiaan loh. Nggak sedikit orang yang hartanya berlimpah ruah tapi justru nggak menemukan ketenangan hidup. Banyak istri-istri yang suaminya tajir malah menyelewengkan amanat dalam menjaga harta suami, misal dihambur-hamburkan buat hura-hura. Atau suami yang suka nyeleweng karena banyak duit.
3. Kepintaran. Cowok emang dituntut kudu pintar. Berwawasan luas, pintar cari rezeki, pintar mendidik anak-istri, pintar bergaul, dll.  Yang pasti kriteria pintar sendiri tentunya bukan dilihat dari IQ atau nilai rapornya ya. Soalnya gak jamin juga yang IQ-nya tinggi bakalan pandai menyenangkan istri. Belum tentu juga yang nilai rapor atau IP-nya tinggi bakalan paham cara mendidik anak dan istri. Sebaliknya, tentu gak asyik juga kalau 'nemu' cowoknya yang bodoh. Wah, gimana doi mo ngebimbing kita kalo dianya nggak punya ilmu.  Jadi, menilai kepintaran cowok tuh bukan sekadar dari IQ atawa rapor, yang penting orangnya haus akan ilmu.
4. Iman dan takwa. Cowok yang beriman dan bertakwa, udah pasti punya kesadaran buat menuntut ilmu, mencari rezeki dengan cara halal, menjaga penampilan dan kesehatan fisik, menyenangkan pasangan, dll. Pokoknya insya Allah dijamin komplit deh kalo milih cowok dengan kriteria ini. Nah, kalau kamu ngaku orang pintar, pilih yang iman dan takwa ini! Oke?(*)

Tampil Syur? Malu Dong!

Oleh Asri Supatmiati
Penulis Buku "Cewek Ngomongin Virgin"


Nyari cewek yang berani tampil buka-bukaan di negeri ini nggak susah loh, malah gampang banget. Bukan hanya model-model nggak ngetop yang sering nampang jadi sampul buku TTS itu, mereka yang disebut 'model papan atas' pun dengan senang hati tampil sensual. Sebagian tentu juga muslimah. Wah, apa yang mereka cari ya?

Kalau boleh kita itung neh, deretan selebriti  yang fotonya sempat bikin heboh karena dianggap terlalu berani antara lain Davina Veronica, Sophia Latjuba, Tiara Lestari, Luna Maya, Karenina, Nadya Hutagalung, Indah Ludiana, dll. Tuh kan, pokoknya nggak susah deh nyari model gituan. Itu baru yang ngetop, belum puluhan model pendatang baru lain yang rela memamerkan 'dalemannya' biar sepet ngetop.
Hm, kira-kira kenapa sih mereka ampe nekat berpose berani gitu? Kebanyakan mereka bilang demi tuntutan profesi atau demi seni. Jadi, berpose berani dianggap lumrah-lumrah saja.
Kinaryosih yang rela 21 pose syurnya jadi konsumsi umum lewat majalah FHM misalnya, menganggap posenya itu wajar-wajar aja. Menurutnya, model harus rela memperagakan pakaian apa saja, termasuk pakaian tidur atau underware. ''Saya terima tawaran ini bukan karena saya suka buka-bukaan, tapi foto ini sebagai art dengan konsep foto yang kuat. Di dunia fesyen kan biasa banget pakai baju tipis,'' ujarnya ngeles (Kompas.co.id,19/9/05).
Davina Veronica juga berujar, "Asal konsepnya jelas, nggak masalah difoto sensual." Model artbooknya 6 fotografer tenar ini mengaku nggak takut posenya diprotes masyarakat selama masih 'wajar'. Tiara Lestari yang tampil telanjang di Majalah Playboy juga mengaku biasa saja berpose begitu. Doi malah bangga karena terpilih menjadi cover majalah yang udah ngetop di dunia dan difoto fotografer ternama. Na'udzubillahi min dzalik.
Demikian pula Indah Ludiana, pemain sinetron yang juga pernah tampil di Playboy edisi Piala Dunia lalu. ''Nilai keindahannya lebih diutamakan para fotografer Playboy daripada bugilnya kok,'' kata Indah. Ngakunya, doi mau berpose di majalah porno itu bukan karena bayaran tinggi. ''Nilainya tak seberapa, tapi pengalamannya itu loh,'' ujarnya (Suaramerdeka.com).

Haus Sanjungan?
Ada yang bilang, emang udah jamak kalo wanita itu ingin selalu tampak cantik dan serasi. Salah satu caranya dengan menonjolkan keindahan tubuhnya. Makanya kalo memakai pakaian cenderung suka menonjolkan bagian-bagian tubuhnya yang dianggap memiliki kelebihan. Diva macam Ruth Sahanaya aja mengaku tampil lebih pede setelah operasi payudara. Titi Dj juga, sampai perlu sedot lemak segala biar lebih enak dipandang.
Semua itu dilakukan karena wanita memang suka dipuji dan disanjung, baik oleh sesama wanita, atau lebih-lebih oleh kaum adam. Hm, siapa yang nggak gede rasa kalo dibilang cantik, seksi, manis atau sebutan-sebutan positif lainnya. Benarkah begitu? Bisa jadi.
Dan kalaupun itu benar, tetap aja ada batas-batasan gimana mereka berpenampilan, khususnya di depan publik. Buka-bukaan tak identik dengan imej cantik. Kadang malah bikin orang malu melihatnya dan bahkan jijik. Dan kalau mau jujur, wanita secara fitri bakal malu kalau auratnya kelihatan. Buktinya, meski berani pakai rok mini, pas naik angkot tetep aja mereka tarik-tarik biar paha atau underwarenya nggak kelihatan. Atau ditutupi pakai tasnya. Itu pertanda bahwa wanita sebenarnya punya malu, nggak mau bagian tubuhnya yang paling berharga kelihatan.
Coba, kalo para model panas itu disuruh jalan-jalan di mal pakai baju tipis tembus pandang atau malah nggak pakai baju, apa mereka mau? Pasti bakalan nolak. Sekali lagi, dalam lubuk hati kecilnya yang terdalam pasti ada rasa malu melakukan itu. Sebab, Allah Swt menciptakan rasa malu sebagai bagian dari fitrah manusia.
Makanya, kalolah mereka berani berpose syur di majalah, di panggung atau saat kontes kecantikan, itu semua pasti dilakukan dengan menanggalkan rasa malu, demi kepentingan lain yang lebih besar. Apa itu? Pastinya sih demi fulus. Tapi, tentu saja nggak ada yang berani berterus terang bahwa mereka melakukan itu semua demi fulus. Bahkan ada yang difoto syur dengan bayaran murah atau malah nggak dibayar. Namun mereka mendapatkan ketenaran setelah itu. Semakin kontroversi, semakin ngetoplah dia. Nah, kalo udah ngetop, tawaran pasti bakal berdatangan dan akhirnya fulus juga bakal mengikuti. Jadi, tetap aja kan, ujung-ujungnya duit.
Yang pasti, bagi mereka tampil buka-bukaan membawa sensasi dan kenikmatan tersendiri. Ada pengalaman erotis yang membangkitkan libido mereka. Makanya, meski bikin kontroversi, mereka biasanya nggak bakalan kapok melakukannya. Malah cenderung ketagihan. Itu alasan lain yang tentunya nggak mereka ungkap ke publik.
Emang, nggak semua seleb rela difoto nude loh. Ambil contoh model Cathy Wilson, Nia Rahmadhani, Intan Nuraini, dll. Biar dibayar berapapun, mereka mengaku ogah difoto sensual. Alasannya: merusak citra diri dan nama baik. Lebih tepatnya lagi: merusak pasaran. Sebab, udah pasti imej cewek yang ikhlas tampil polos itu akan jatuh. Doi biasanya serta merta dicap sebagai bintang panas, bintang porno atau bom seks. Julukan yang buruk banget.
Dalam dunia entertainment, imej macam gitu bisa menjatuhkan pasaran. Misal pemilik produk-produk bermutu untuk kelas high end, biasanya enggan memakai mereka sebagai bintang iklan, model atau ikonnya karena citranya yang buruk di mata masyarakat. Tentu mereka takut nggak laku dong produknya. Jadi, dalam lingkaran kapitalis ini, lagi-lagi duit yang jadi patokan.

Esploitasi Tuh!
Diumbarnya aurat wanita di ruang publik adalah bentuk eksploitasi wanita. Gimana nggak, bagian tubuh paling berharga wanita yang seharusnya dijaga baik-baik, malah diobral murah. Semua itu demi mendongkrak penjualan produk, memenuhi pundi-pundi kaum kapitalis. Yup, dalam alam kapitalisme ini, wanita diposisikan sebagai komoditi, brand atau ikon guna mendongkrak penjualan dan menyuburkan konsumerisme. Dan salah satu daya tarik yang ada pada wanita adalah sisi-sisi sensualitas dan seksualitas. Makanya, bagian itulah yang sengaja dijual dan menjadi ujung tombak penjualan. Sebab, urat-urat seksualitas manusia itu emang yang paling gampang dibangkitkan.
Sayang, para wanita nggak menyadari itu. Termasuk para muslimah. Mereka nggak ngeh kalo dirinya dieksploitasi oleh kalangan kapitalis untuk memuluskan cita-cita mereka mempertebal fulus. Mereka malah berdalih itu demi keindahan, mensyukuri nikmat Allah Swt berupa tubuh yahud, dll. Duh!
Imam Ridha as berkata: "Allah swt indah dan mencintai keindahan. Dia senang menyaksikan kenikmatan yang Dia karuniakan pada diri hamba-Nya. Allah tidak menyukai keburukan."
Sebagian orang terlalu berlebihan dalam menafsirkan keindahan sehingga terperosok ke dalam lembah hedonisme. Hedonisme berarti berlebih-lebihan dalam mencintai keindahan dan penyimpangan dari daya tarik alami ini. Imam Ali as menyebut tiga tanda bagi orang yang berlebihan dalam hal memanfaatkan karunia dan kenikmatan Allah. Pertama: memakan apa yang tidak sesuai baginya, kedua mengenakan pakaian yang tidak seharusnya, dan ketiga membeli yang tidak pantas untuk dirinya. Well, jangan sampai kita termasuk di dalamnya deh.
Di mata Allah Swt wanita yang membuka auratnya di depan umum adalah perempuan yang nggak bener karena terang-terangan membangkang larangan Allah Swt. Allah Swt berfirman: "Katakanlah kepada wanita yang beriman: hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke krah bajunya."(An-Nur 31)
Allah Swt melarang keras wanita menampakkan perhiasannya dan memelihara kemaluannya. Apalagi jika diperjual-belikan untuk tujuan komersil. Ingat Girl, wajah, bodi, dan tubuh kita ini milik Allah, bukan milik kita pribadi. Enak aja kita main 'jual' tanpa seizin pemiliknya. Lagian, tubuh ini tuh nggak bisa dinilai dengan uang seberapapun besarnya. Nggak sebanding banget nilai jualnya dibanding ganjaran yang akan diperoleh Allah kelak di akhirat. Karena itu, sadarlah, jangan mau dieksploitasi kalau yang rugi kita sendiri.(*)


Seksi dengan Kebiasaan Terpuji

Pamer bodi nggak selamanya enak diliat loh.  Apalagi kalau organ-organ vital sampai diumbar jadi konsumsi umum, wah, ngeliatnya juga malu. Sebaliknya, justru orang akan menilainya murahan. Makanya, nggak perlu tampil syur kalau memang seorang cewek memiliki kelebihan insya Allah akan memancarlah 'auranya' dengan sendirinya. Nah, 'aura' seseorang itu akan tampak bila ia memiliki kebiasaan-kebiasaan terpuji. Seperti:
1. Tampil indah dan serasi. Nggak usah tampil ngejreng cari perhatian, yang penting selalu menjaga keserasian dalam berpakaian dan berdandan. Nggak usah mencolok, ntar malah dikira tabaruj. Tapi juga jangan biarkan penampilan kelihatan kucel atau bahkan cuek bebek. Meski seseorang nggak bisa dinilai dari penampilannya, tapi sebagai muslimah kita tentunya nggak pengin dong ada anggapan kalau muslimah itu identik asal-asalan dalam berdandan. Sedikit gaya ada perlunya loh, asal masih dalam tahap-tahap yang dibolehkan syara'.
2. Merawat diri. Biarpun bodi ditutupi dengan busana muslimah, bukan berarti dibiarkan begitu saja tanpa dirawat dan dijaga. Perawatan fisik seperti kulit, rambut, kuku dan bagian tubuh lain tetep kudu dilakukan secara rutin dan telaten. Dengan tubuh yang terawat, biarpun dibungkus dengan pakaian yang menutup aurat tetap akan kelihatan auranya. Wajah akan kelihatan segar, kulit bercahaya dan tentunya nggak bakal garuk-garuk kerudung gara-gara rambut ketombean kan?
3. Menjaga kesehatan fisik, seperti olah raga, makan teratur dan menjaga stamina. Penampilan yang lincah, murah senyum, aktif dan energik menunjukkan pribadi yang menyenangkan. Beda dengan yang tampak lemas, ogah-ogahan, jutek atau bahkan seperti nggak punya semangat hidup. Hm, nggak seger banget memandangnya kan?
4. Bertutur kata yang baik, sopan, dan lemah lembut. Tutur bahasa yang bernas menunjukkan isi otak seseorang. Dan biasanya semakin kelihatan kecakapan pola pikirnya, semakin dihargai seseorang. Beda dengan orang yang banyak bicara tapi omong kosong, orang yang sedikit bicara tapi bermanfaat pasti akan lebih dihargai dan dihormati.(*)

Stop Sophaholic!

Oleh Asri Supatmiati
(Penulis Buku The World of Me)

Pernah baca Confession's of a Sophaholic? Tokoh utama cerita ini, Rebecca Bloomwood dilukiskan sebagai penulis manajemen keuangan yang sangat doyan belanja. Setiap stress, cewek yang akrab disapa Becky ini lari kee belanja. Bahkan di sela-sela pekerjaannya  sebagai reporter keuangan, dia sempatkan untuk berbelanja. Apalagi kalau lagi ada diskon. Si gila belanja ini baru menghentikan aktivitas itu setelah semua toko menolak semua kartu kreditnya karena overlimit.
Maukah seperti Becky? Tentu nggak dong! Jangan sampai kerja keras kita selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun tak bersisa karena aktivitas belanja tak terkontrol. Tapi mengukur kemampuan diri jauh lebih penting kan?
Terus bagaimana? Ada tips yang bisa Anda lakukan saat hendak berbelanja:

1. Ajak teman. Jangan ragu mengajak teman atau sodara yang bisa mengerem kebiasaan buruk belanja Anda.
2. Jangan tergoda diskon. Siapa coba yang tak mau jika ada sale besar-besaran hingga 70%? Pasti mau. Tapi tetap saja ingat, beli yang anda butuhkan. Bukan karena mumpung.
3. Tinggalkan kartu kredit, bawa uang tunai. Kalau niatnya memang hanya sekadar jalan di mal untuk melepas penat, tinggalkan kartu kredit dan debit di rumah. Sebagai gantinya bawa uang tunai secukupnya, misal buat makan siang atau sekadar mampir ke kafe.
4. Jangan mudah tergiur fasilitas kartu kredit dari toko. Mungkin memang ada manfaat yang ditawarkan dengan menjadi member sebuah toko tertentu. Anda dapat diskon atau ada penawaran khusus. Tapi tetap saja Anda mesti mengalokasikan sejumlah dana bukan? Meski dibolehkan mencicil, tetap saja namanya utang yang suatu saat nanti harus dibayar!
5. Buat catatan belanja dan patuhilah. Jika mau belanja bulanan, jangan lupa bikin catatan belanja, mencakup barang apa saja yang hendak dibeli. Usahakan patuh pada catatan itu. Jika sudah semua masuk troley, segera bayar dan bergegaslah pulang.

Jadi Ibu? Enjoy Aja Lagi!

Oleh Asri Supatmiati
(Penulis Buku Indonesia Dalam Dekapan Syahwat) 


Percaya nggak percaya, profesi sebagai ibu rumah tangga sekarang kurang diminati lho. Buktinya, nggak sedikit kaum hawa yang ogah merid. Bukan karena nggak ada jodoh, tapi emang bertekad melajang. Kalaupun merid, emoh ngurus rumah dan bahkan enggan punya anak. Pertanda modernisasi?

Rayuan Feminisme
Kamu tahu yang namanya emansipasi 'kan? Itu loh, gerakan yang menuntut disamakannya perempuan ama laki-laki. Dengan dalih perkembangan zaman, kemajuan dan modernisasi, para pendakwah emansipasi getol memperjuangkan persamaan derajat perempuan dan laki-laki dalam segala bidang. Nah, gara-gara emansipasi itu tuh nggak sedikit perempuan yang lupa ama kodratnya sebagai wanita. Misalnya kodrat untuk menikah, melahirkan, menyusui dan mendidik anak.
Mereka berfikir, kalo laki-laki nggak hamil, wanita juga berhak dong untuk menolak 'dihamili', meski oleh suaminya sendiri. Laki-laki nggak menyusui anak, wanita juga berhak menolak memberikan ASI. Sebaliknya, kalo laki-laki jadi direktur, pilot, petinju, dst, wanita juga boleh. Begitu seterusnya. Nah lho, kebablasan banget kan?
Seperti penulis buku Ayu Utami. Beliau itu salah satu perempuan yang pernah memproklamirkan diri nggak mau merid. Menurutnya wanita juga sah-sah aja untuk memilih apakah mau punya anak apa nggak. Bahkan menurutnya, hubungan seks tanpa ikatan oke-oke aja asal tanpa paksaan. Astaghfirullah.
Bayangin kalo semua wanita nggak mau merid, nggak mau melahirkan dan lebih memilih hidup tanpa ikatan, mau jadi apa dunia ini? Bisa-bisa musnah deh makhluk yang namanya manusia karena nggak ada regenerasi. Betul kan, Sobat?
Padahal, udah jadi kodrat wanita untuk jadi istri, hamil, melahirkan, menyusui dan mendidik anak. Nggak usah protes, itu emang udah dari sononya. Nggak usah minta disamakan dengan laki-laki, karena dilihat dari sudut pandang manapun tetap beda. Secara fisik, bentuk tubuh dan 'onderdil' di dalamnyapun beda. Wanita dilengkapi organ seperti rahim untuk mengandung, kelenjar susu untuk memproduksi ASI, dll. Sementara laki-laki nggak.  Jelas beda kan?
Wanita juga lebih perasa, lebih lemah lembut dan penyayang. Sementara laki-laki lebih kuat fisik dan mentalnya. Dengan masing-masing kelebihan dan kelemahan itulah, Allah menciptakan laki-laki dan perempuan hidup berdampingan, saling berkasih-sayang, saling melengkapi. So, nggak usah dibikin sama. Bisa berabe. Kebayang nggak sih kalo di dunia ini laki-laki semua atau sebaliknya wanita semua. Pastinya sih garing banget gitu loh!
Makanya, jangan kebujuk rayuan ide feminisme deh. Itu mah nggak ada rumusnya dalam Islam. Toh Islam dah jelas-jelas mengatur hak dan kewajiban kaum adam dan kaum hawa masing-masing. Lagian, Allah SWT nggak menilai seseorang dari jenis kelaminnya kok, tapi dari ketakwaannya. Jadi, terima aja kodrat kamu sebagai wanita yang kelak ketika merid, kudu hamil, melahirkan, menyusui, ngurus rumah dan mendidik anak.

Asyiknya Jadi Ibu
Saat ini, kamu-kamu pasti belum kepikiran gimana kalo jadi ibu. Maklum seh, usia kalian masih pada muda-muda. Tapi jangan salah, justru menyiapkan diri buat jadi ibu kudu dimulai sejak masih muda. Biar nggak terkaget-kaget gitu loh! Toh jadi ibu kan termasuk masa depan kamu yang sangat jelas.  Lagian, siapa tahu kamu dapat jodohnya pas usia muda, misal lulus SMA atau pas masih kuliah (asyik nih!). Bukan apa-apa, kalo udah merid, jadi istri dan ibu bukan perkara mudah lho, meski juga nggak sulit. So, nggak ada salahnya kamu mempersiapkan diri bagaimana kiat menjadi ibu (baca di boks ya!).
Yang pasti, begitu merid status kamu berubah jadi istri sehingga konsekuensinya tugas dan tanggungjawabmu juga bertambah. Kalo dulu sorangan bisa semau gue, sekarang nggak lagi. Kamu punya tanggungjawab beresin rumah, ngatur keuangan, menyiapkan hidangan, dll. Berat? Mungkin. Tapi itu semua akan terbayar dengan kebahagiaan tiada tara ketika suami tercinta (ehm...ehm..) tiba, menemani makan, mengajak bercengkerama berbagi suka-duka. Deuh...kebayang nggak sih! 
Trus kalau kamu hamil, mungkin akan mengalami masa nggak enak makan, nggak enak tidur, dst. Belum lagi saat melahirkan, tentunya kudu siap mempertaruhkan nyawa. Eit...jangan takut. Itu semua bakal terbayar dengan kebahagiaan ketika si buah hati dah lahir. Yup, bayi mungil, yang kemudian tumbuh jadi balita yang lucu, adalah anugerah terindah dari Allah SWT bagi seorang ibu. Dijamin bikin hidup lebih hidup! Nggak percaya? Coba aja!
So, jangan ngebayangin sakit dan repotnya aja ya. Insya Allah kalo semua kewajiban sebagai istri atau ibu kita laksanakan dengan ikhlas, sabar dan tawakal, akan jadi ringan dan membahagiakan kok. Bahkan nilainya nggak tergantikan oleh apapun. Sarah Sechan yang mantan VJ MTV aja, menikmati banget peran barunya sebagai ibu. ''Lebih nikmat dari jatuh cinta, lho,'' begitu pengakuannya. Maia Achmad yang pentolan Ratu juga gitu. Doi menikmati banget nikah muda. Kini, di usianya yang baru 28 Maia udah punya tiga anak dan masih cantik. ''Hidup saya sudah komplit, punya suami yang baik dan anak-anak yang lucu,'' ungkapnya bahagia. Belum lagi si cantik Cindy Fatikasari yang merid usia muda dan juga udah dikarunia tiga jagoan. ''Ngapain nyesel nikah muda, justru banyak enaknya kok,'' katanya. Nah, salah besar kan kalo wanita menolak perannya sebagai istri atau ibu.
Makanya, ketika predikat itu udah disandang, jangan sekali-kali melalaikan urusan rumah tangga. Mengurus rumah, melahirkan dan mendidik anak adalah tugas kodrati wanita yang membahagiakan dan tak bisa tergantikan dengan apapun. Memang, selain ngurus rumah, suami dan anak, kamu juga punya kewajiban lain yang nggak bisa diabaikan seperti menuntut ilmu dan dakwah. Yah, pintar-pintarnya kamu aja gimana memenej waktu dan energi. Insya Allah peran sebagai istri, ibu dan daiyah akan menjadi ladang pahala untuk mencapai derajat takwa. Jadi, enjoy aja lagi!(*)


Menyiapkan Diri Jadi Ibu

Sttt, nggak terlalu dini kok ngomongin soal kiat-kiat menjadi ibu meski kamu masih belum kepikiran buat merid. Yah, dikliping aja, siapa tahu sewaktu-waktu kamu butuh he..he.. Iya dong, datangnya jodoh itu kan nggak disangka-sangka. Mana tahu tiba-tiba ada ikhwan melamarmu (suit...suit...). Jadi kalo udah siap-siap kan nggak kaget. Dan memang, banyak persiapan sebelum menjalani peran baru pasca merid itu. Misalnya:
1. Perkaya ilmu dan tsaqofah. Mumpung belum merid, rajin-rajinlah menuntut ilmu. Terutama perkuat tsaqofah Islam dan Bahasa Arab. Belum tentu pas kamu udah merid akan seleluasa sekarang buat ngaji. Paling nggak konsentrasi bisa terpecah karena urusan rumah dan dakwah. Jangan berfikir ah...ntar aja belajar ama suami. Nggak jamin Non bakalan sempet belajar bareng, apalagi kalo dah punya anak. Termasuk yang kudu kamu pelajari adalah hukum-hukum Islam seputar hak dan kewajiban kamu sebagai istri dan ibu. Misal gimana patuh ama suami, gimana mendidik anak, dst.
2. Perluas wawasan terkait dengan teknik-teknik ngurus rumah tangga dan tetek bengek urusan merid. Misalnya teknik mengatur keuangan, teknik berbelanja, teknik menyenangkan suami, teknik mendidik kemandirian anak, teknik berkomunikasi dengan anak, atau trik menghadapi ipar or mertua. Malah kalau perlu belajar memasak.  Caranya, bisa baca buku, surfing di internet atau nanya pada mereka yang udah pengalaman. Nggak usah jauh-jauh, ibumu juga bisa jadi tempat bertanya. Nggak usah malu.
3. Belajar memenej waktu. Mulai sekarang kamu kudu pintar-pintar bagi waktu, buat latihan. Misalnya kalo kamu sering nunda-nunda nyuci baju karena sibuk ngaji dan dakwah,  mulai sekarang stop kebiasaan buruk itu. Sebaliknya, jangan pula abaikan urusan ngaji dan dakwah gara-gara sibuk nyuci, masak atau beresin rumah. Keduanya harus imbang gitu loh!
4. Siap mental. Jadi istri atau ibu kudu siap menghadapi berbagai kemungkinan. Seperti ketika tiba-tiba keuangan keluarga seret, belum dikasih keturunan, dll. Bukan nakut-nakuti, hanya antisipasi aja.
5. Memperkuat nafsiah. Menjadi ibu berarti siap jadi teladan anak. Sebab setiap polah tingkah kita akan ditiru si kecil. Nah, kalo ibunya berlaku baek, Insya Allah anak akan jadi soleh dan solehah.
6. Melunakkan hati. Seorang ibu dituntut memiliki perasaan lembut, penyayang, sabar, empati dan pengertian.(*)